Fitur merepotkan bikin motor sport sudah ada ini dan itu tapi tetap saja matik yang makin laris


Perkembangan desain motor sport sekarang ini bagi penulis rasanya makin menuju ke implementasi yang tidak praktis. Bukan lagi mengarah ke motor serbaguna tapi jadi makin murni ke sportnya. Sport dalam artian bakalan dipakai sendiri, untuk di trek balap, yang tidak mementingkan tetek benget yang tidak ada hubungannya dengan sport. Sayangnya dengan makin murni sport, desain motor sport sekarang sudah mulai banyak melabrak fungsi sehari hari dari motor. Dan ini membuat motor sport jadi kurang praktis.

Penulis menjadi tergerak membahas ini setelah membaca artikel berikut:

Yang cukup menarik doi juga melakukan sentuhan dibagian jok yang sekarang sudah menganut model split seat. Wihhhh….lebih ganteng cak!!….

Gambar motor dari artikel tersebut adalah berikut ini:

calon-vixion

Soal lebih ganteng mungkin tergantung selera. Bagi penulis motor yang nggak split juga bisa ngganteng. MX King walau kursinya tidak split juga nggak terlihat jelek bagian belakangnya. Justru kalau lihat dari belakang penulis malah nggak suka ekor yang terlalu nungging. Lebih suka tampilan ekor Yamaha MX King daripada Yamaha Xabre.

 

Pillion seat

Ada banyak yang bikin motor jadi berkurang kegunaannya untuk sehari hari. Yang menurut penulis paling tidak praktis adalah dari sisi tempat duduk penumpang. Tempat duduk belakang dibuat jauh lebih tinggi dan tanpa pegangan. Ini benar benar menyiksa dan lebih membahayakan penumpang. Motor jadi kurang cocok untuk dipakai membonceng ibu ke pasar, bawa istri kondangan atau mengantar anak ke sekolah.

Kalau punya anak lebih dari satu juga susah. Kalau pas keluar sama sama jadi serba ribet. Duduknya jadi merepotkan dan membahayakan. Dempetan, sempit, susah pegangan dan resiko banget jatuh. Naik motor jadi sangat tidak nyaman bagi penumpang ataupun ridernya. Padahal jaman dulu orang itu memilih motor sport ada yang karena alasannya tempat duduknya bisa muat banyak. Eh sekarang malah motor sport jadi yang tempat duduknya paling sedikit.

Mau dibuat untuk usaha juga susah. Nggak enak banget kalau mau dibuat bawa galon air atau untuk menempatkan barang dagangan. Padahal dulu banyak yang pilih motor sport karena dianggap cocok untuk dipakai usaha atau bawa bawa barang.

Dari sisi balapan kursi belakang yang lebih tinggi juga tidak banyak membantu. Penulis nggak yakin posisi seperti itu bisa banyak membantu aerodinamika. Mau yang betulan aerodinamis juga nggak bisa, karena jadi susah untuk nyetir sambil tidur. Padahal dulu kalau balapan drag ridernya pada nyetir sambil tidur semua.

Mungkin banyak yang bilang tempat duduk begitu keren, tapi semua tahu itu menyiksa penumpang.

 

Riding position

Posisi duduk menunduk yang dikatakan sporty juga nggak begitu jelas sportynya. Mungkin cuma cocok kalau dipakai di sirkuit balap internasional yang tikungannya panjang panjang. Kalau dipakai di arena balap dadakan yang isinya tikungan semua rasanya kok malah merepotkan. Buktinya yang pakai satria, yang posisi duduknya dikatakan nggak sporty, toh manuver di arena balap juga nggak kalah lincah dari yang pakai motor sport, malah mungkin lebih lincah.

Posisi duduk yang dikatakan bikin pengendalian lebih mantap itu rasanya kok cuma ilusi saja. Karena kalau melihat respon, kok sering kali yang lebih gampang selap selip kalau di jalan itu motor yang nyetirnya tegak. Yang nyetirnya sporty justru sepertinya lebih lambat reaksinya di saat butuh reaksi cepat.

Yang bikin merepotkan adalah posisi duduk sporty justru bikin motor jadi tidak nyaman untuk dipakai perjalanan agak jauh atau kalau macet. Lengan jadi gampang capek karena harus menyangga badan. Belum lagi karena si pengendara dibuat jadi sandaran penumpang. Penumpang tersiksa, rider juga tersiksa. Kalau jalan jauh atau macet sama sama capek. Dan kalau sudah capek, reaksi jadi berkurang juga.

Jadi posisi duduk sporty di arena balap lokal tidak ada kelebihannya, kalau di jalan justru malah merugikan. Efek gaya riding sportynya bikin motor nggak cocok dipakai untuk mudik atau kerja mondar mandir. Rasanya cuma cocok untuk gaya saja. Cocok cuma untuk dilihat tapi nggak enak kalau harus merasakan sendiri.

 

Spoiler

Berikutnya spakbor. Spakbor sekarang sudah nggak lagi berguna untuk mencegah cipratan lumpur. Dari desain dibuat seakan akan melindungi, dibuat memanjang sampai kebelakang sampai menghabiskan tempat. Tapi sayangnya terlalu sempit sehingga membuat cipratan air masih bisa lolos.

Ini diperparah dengan jarak dari bodi dan roda yang makin lebar, membuat cipratan air / lumpur yang terkena bodi jadi memantul menyebar. Sebaranan ini membuat lumpur jadi lebih ringan dan bisa terkena angin buritan, naik ke bodi dan mengotori baju atau celana. Mungkin kalau jalan pelan ini tidak akan terjadi. Tapi apa ya naik motor sport pantas jalan ala becak?

Spakbor dibuat seakan akan bisa melindungi dari lumpur padahal sama sekali tidak ada gunanya. Dari tampilan juga justru bikin jelek, malah mending tidak dipasang. Seperti contohnya Honda CBR250RR, saking jeleknya spakbor sampai disediakan asesori khusus untuk menggantikan spakbor aslinya dengan yang khusus untuk pegangan plat nomor dan lampu.

Spakbor juga bikin motor tambah panjang, yang bikin jadi lebih merepotkan saat parkir. Motor jadi lebih memakan tempat. Padahal kalau dilepas atau diganti mud guard, ukuran total motor bisa lebih kecil.

Mungkin ada juga yang suka model spakbor seperti itu. Tapi kalau sudah milik sendiri toh buktinya ada yang rela ditambal pakai kerdus biar cipratan air tidak bikin kotor.

 

Dashboard

Fitur yang merepotkan selanjutnya adalah spedo digital. Spedo digital ini sering dipuji puji. Motor dianggap modern kalau sudah ada spedo digitalnya. Mungkin modern, tapi sayangnya teknologi yang dipakai adalah teknologi paling kuno yaitu teknologi LCD hitam putih.

Kalau bicara teknologi layar terbaru, maka harusnya pakai teknologi IPS. Teknologi yang memungkinkan layar LCD untuk bisa dilihat dari sudut yang lebih lebar, dengan gambar yang lebih jelas. Dibanding IPS maka LCD hitam putih itu ketinggalan beberapa puluh tahun. Harusnya teknologi begini jangan dibilang modern.

Kalau bukan teknologi terbaru, harusnya jangan pakai LCD hitam putih tapi yang semacam dengan yang di 7 segmen berikut ini:
lampu-led-display-dashboard

Walau mungkin sekilas terlihat sama dengan spedonya Xabre, tapi ada bedanya. Nyala tersebut bukan karena LCD dibagian angka meloloskan cahaya dari lampu latar belakang tapi cahayanya dari angkanya. Beda antara LCD hitam putih dan LED 7 segmen kira kira sama dengan beda antara layar TV LCD dan OLED.

Kalau Xabre mungkin seperti ini:
spedo-xabre

Kalau siang angka jadi lebih susah terlihat karena kontras jadi berkurang. Apalagi kalau pantulan cahaya kena pas di angkanya.
spedo-xabre-kalau-siang

Kalau pakai LED akan lebih mendingan. Tapi tentu tidak bisa lebih baik daripada kalau pakai jarum. Keren sih keren, tapi penunjuk jadi lebih susah dilihat. Yang parah ukuran juga dibuat lebih mungil.

Mungkin desain selanjutnya ukuran spedo jadi tinggal sejari lebarnya.

 

LED Headlight

Berikutnya adalah lampu depan dari LED. Yang bikin repot adalah kalau pas jalan sedang basah atau sedang hujan deras atau kabut. Kalau jalan basah itu yang lebih mudah dilihat adalah bila cahayanya kuning. Dan bila hujan deras maka yang bikin kita silau sendiri itu bila lampu depan cahayanya nggak kuning.

DRL untuk keselamatan sebenarnya tidak pakai lampu dekat tapi ada khusus dan pakai lampu jauh sebagai DRL itu justru ngawur, pakai lampu depan LED putih justru tidak aman

Lampu depan dengan LED justru jadi merugikan pengendara karena bisa membuat jalan tidak terlihat saat cuaca buruk

Lampu LED juga ada yang kuning. Harusnya konsumen diberi pilihan untuk bisa memilih lampu yang warna kuning.

 

Spion

Yang berikutnya bakalan bikin repot sepertinya adalah kaca spion. Bisa dilihat bahwa di desain diatas tidak ada kaca spionnya. Sepertinya pabrikan bakalan mendesain spion yang tidak ada gunanya.

Ini dicontohkan dengan diperkenalkannya spion yang bisa diputar putar di Honda CBR250RR:
dudukan-plat-nomer-honda-cbr-yang-mudah-bikin-jatuh2

Dengan pemasangan seperti itu, spion jadi tidak berguna. Secara fungsi tidak bermanfaat. Secara estetika lebih bagus dicopot daripada dipasang model begitu. Secara aerodinamika juga lebih bagus dicopot.

Entah desain macam apalagi yang akan ditawarkan oleh pabrikan untuk bikin spion tidak berguna. Spion lama lama makin tidak jelas fungsinya. Ukuran spion sekarang sudah makin kecil, sudut pandang jadi makin sempit. Desain juga jadi aneh, tidak lagi segi empat, tapi malah diamond / wajik. Untuk lihat kondisi belakang jadi banyak blank spotnya. Terlalu mengandalkan spion kacau semacam itu justru malah berbahaya.

Padahal spion itu gunanya penting sekali kalau di jalan raya. Mau pindah jalur harus tahu kondisi belakang. Mau menyalip kendaraan juga harus tahu kondisi belakang. Mau belok juga harus tahu kondisi belakang. Nyetir kencang akan lebih aman bila tahu kondisi belakang. Bahkan balapan sekalipun bisa lebih aman kalau punya spion.

Untuk motor jalan raya harusnya spion tetap dijaga agar motor bisa aman dikendarai. Atau kalau mau canggih, diciptakan saja ala mobil, spion pakai kamera dan TV. Jangan sampai motor sport identik dengan motor pembuat celaka.

 

Nyatanya orang lebih pilih motor matik

Arah pengembangan desain dari motor sport sepertinya membuat motor menjadi lebih mirip motor balap. Fungsi yang ditawarkan juga dibuat untuk membuat motor berkesan racing. Namun kesan racing tersebut sayangnya diimplementasikan dengan mengurangi kepraktisan. Padahal kesan racing tersebut tidak memberi manfaat pada pemakaian sehari hari selain hanya untuk tujuan meningkatkan tampilan saja.

Dari sisi tampilan juga tidak begitu memberi nilai tambah. Menurut penulis motor khusus untuk racing itu jelek, karena mereka lebih untuk fungsi dan bukan untuk penampilan. Motor yang dibuat khusus untuk penampilan juga tidak memaksakan harus seperti motor balap.

Membuat motor tampilannya jadi lebih “sporty” itu dari sisi fungsi membuatnya tidak praktis, dari sisi kegunaan di arena balap juga tidak membantu, dari sisi tampilan juga kalau dipaksakan justru makin jelek. Kebutuhan untuk bisa dipakai dijalan pasti membuat motor jadi jelek. Seperti contohnya plat nomor yang sama pabrikan dipasang sembarangan.

Daripada lokasi plat nomor jadi dilema, mengapa tidak diintegrasikan ke bodi motor saja?

Jangan sampai hanya untuk tampilan maka spakbor dikurangi, spion dikurangi, tempat duduk penumpang dikurangi, pegangan tangan dihilangkan, dst. Mau bagaimanapun motor yang layak untuk dipakai di jalan raya nggak akan bisa seganteng berikut ini:

mv-agusta-f3-675

Motor yang seperti itu akan jadi jelek kalau diberi spakbor, plat nomor, dan spion. Jadi lebih baik kalau motor sport masih bisa praktis.

Mungkin banyak orang yang memuji muji desain dari motor sport. Tapi karena tidak praktis maka walau punya uang cukup akhirnya terpaksa memilih motor matik. Di mulut memuji muji motor sport tapi yang dibeli tetap motor matik.

Yang beli motor sport sepertinya terutama untuk yang belum punya anak atau yang sudah punya kendaraan keluarga. Motor sport tidak dijadikan sebagai kendaraan keluarga tapi sebagai kendaraan hobi.

Motor sport sekarang sepertinya dipakai sebagai kendaraan pertama saat masih bujang. Setelah mapan dan punya anak motor dijual untuk diganti dengan motor matik. Beda dengan jaman dulu dimana motor pertama seringkali adalah motor bebek dan saat sudah mapan dan punya anak maka motor bebek diganti dengan motor laki / motor sport.

Sebagai motor keluarga sekarang ini banyak yang lebih memilih motor matik. Motor matik termasuk paling boros dan paling pelan. Tapi karena lebih praktis, gampang dipakai dan bisa difungsikan untuk macam macam, maka jadi tipe yang paling laris.

Buktinya juga ada.

 

Data dari penjualan motor berdasarkan tipe bila dirangkum adalah seperti berikut:
data-penjualan-motor-di-2014-2015-dan-2016-secara-persen

 

Itu bisa ditunjukan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
data-penjualan-motor-di-2014-2015-dan-2016

 

Sumber:
Ini Dia 10 Motor Sport Terlaris Sepanjang Tahun 2015

Segment motor matic masih menjadi motor paling favorit dengan total penjualan mencapai 4,87 juta unit atau sekitar 75,27%. Motor bebek, meskipun prosentasenya terus menurun masih berada di posisi kedua dengan penjualan 858.240 unit atau sekitar 13,24%. Sedangkan motor tipe sport terjual 744.190 unit atau 11,48%.

Daftar Motor Terlaris Di Indonesia Tahun 2014

Dan sesuai dengan prediksi semua pihak bahwa varian matik menjadi yang paling banyak diminati yaitu menyumbang penjualan mencapai 67,66 persen atau sama dengan 5.323.200 unit. Sementara itu motor sport juga mengalami peningkatan yang positif berkat berbagai motor barunya di tahun 2014 kemarin dengan raihan 1.082.979 unit atau menyumbang 13,77 persen. Sayangnya untuk varian motor bebek justru mengalami penurunan drastis dari tahun ke tahun. Bahkan di tahun 2014 kemarin hanya memperoleh penjualan sekitar 1.461.016 unit saja.

Data penjualan AISI untuk Januari hingga Oktober 2016 diambil dari link otomania berikut: bebek, matik, dan sport.

PENJUALAN MOTOR SPORT HONDA MELONJAK 130%

Sepanjang 7 bulan pertama tahun ini, AHM pun memimpin pangsa pasar di semua segmen melalui penjualan motor Honda di segmen sport sebesar 178.839 unit atau memimpin 45,9 % pangsa pasar motor sport nasional, penjualan motor Honda di segmen bebek sebesar 236.271 unit atau memimpin 65,5 % pangsa pasar motor bebek nasional, serta penjualan motor Honda di segmen skutik sebesar 1.946.937 unit atau memimpin 77,3 % pangsa pasar motor skutik nasional.

 

Bisa dilihat sendiri bagaimana prosentase penjualan motor sport turun secara signifikan di tahun 2016. Ini adalah bukti bahwa walau orang orang pada bilang fitur motor sport ini bagus, fitur motor sport itu bagus, namun dalam hati sudah pada memutuskan untuk belinya motor matik.

Jadi walau fitur yang diperkenalkan pada motor sport terkesan menarik, namun pada kenyataannya tidak cukup menarik orang untuk berminat membeli. Fitur fitur yang dikatakan keren, modern dan canggih itu secara statistik terbukti membuat orang mulai menjauhi motor sport. Banyak yang lebih memilih matik walau motornya lebih boros, lebih lemot, pantat nggak nungging, posisi duduk nggak sporty, dll. Yang penting nyaman dipakai dan praktis.

Sudah waktunya pabrikan mengeluarkan motor laki yang praktis.

Update:
Diingatkan bro klikenter27 soal repot gara gara tangki yang berlebihan ukurannya , pegangan tangan untuk parkir dan tidak adanya standar tengah.

43 respons untuk ‘Fitur merepotkan bikin motor sport sudah ada ini dan itu tapi tetap saja matik yang makin laris

  1. sepengamatan saia, motor laki yang masih memegang prinsip multiguna itu terakhir dipegang sama Honda dengan seri GLnya (GL Pro & GL Max), Yamaha dengan seri RXnya (RX-King & RX-S), serta Suzuki dengan seri A cepek dan Sport RGR, dimana bentuk permukaan atas tangki masih cenderung ‘rata’ dengan jok sehingga memberi kesan seolah-olah ‘nyambung’, dengan bentuk demikian, banyak orang bisa meletakkan anak mereka duduk di atas tangki dengan berpegangan pada besi penunjang di dekat setang (yang biasanya bisa diperoleh di toko-toko secara aftermarket), selain itu kapasitas ruang muatan juga lebih lega (tepatnya lebih panjang) karena dari ujung tangki depan sampai ujung jok belakang cenderung mendatar, dan tidak lupa masih dilengkapi behel yang berbentuk sederhana namun sangat fungsional untuk berpegangan bagi boncenger, untuk mengikat barang bawaan, atau bahkan untuk mengangkat bodi belakang motor saat distandar tengah (oiya, beberapa motor laki yang katanya sporty masa kini juga sudah menghilangkan standar tengah juga lho, jadi mau gak mau kudu beli standar pedok).

    Suka

    • Terima kasih sharingnya. Setuju, tangki motor sport sekarang memang lebih merepotkan dari yang dulu.

      Iya, hilangnya standar tengah juga mengurangi kepraktisan motor. Jadi lebih repot kalau parkir di jalan miring.

      Tidak adanya pegangan tangan bikin repot saat parkir.

      Disukai oleh 1 orang

  2. Masalah spion, saya ampe nempelin kaca cembung di spion mx king saya om buat ngurangin blind spot, spion nya ujungnya melancip plus dekat dgn pengendara jd ga seluas pandangan spion yg jauh jaraknya, ex supra c100.

    Disukai oleh 1 orang

  3. saya bingung dengan yang disebut motor laki yang praktis itu seperti apa

    kebanyakan orang yang beli sport ya untuk performa dan keren2 an, bukan untuk kepraktisan
    lihat saja verza, kurang praktis gimana coba
    jok landai, riding nyaman, spakbor aman, spedo analog, lampu halogen, spion lebar plus harga murah pula
    tapi ya tetap aja gak lebih laris dari cb ato cbr (150)
    kalo yang seperti verza aja jarang yang beli, trus napa produsen harus buat dengan fitur yang lebih jadul lagi
    sapa yang mau beli?

    produsen bisa aja buat sport praktis, tapi produsen sekarang gak bisa lagi mendikte pasar kayak dulu
    produsen hanya bisa mengikuti selera pasar kalo mau produknya laris

    Suka

    • Verza punya kelemahan fatal, yaitu tenaganya lemah. Akselerasi bisa jadi 11:12 dengan motor matik. Secara desain juga kalah sama matik. Dibanding megapro primus atau gl pro pun banyak yang bilang verza lebih jelek.

      Menurut saya secara model desain verza kurang dewasa. Seharusnya jangan didesain untuk anak muda tapi untuk yang sudah mapan. Dengan desain yang lebih banyak chrome dan terkesan elegan. Sementara yang ada didesain sporty. Yamaha Byson juga sama saja, mestinya untuk kalangan mapan kok malah dikasih logo tengkorak. Untuk anak mudah juga terlalu lemot tenaganya.

      Suka

      • iya, harusnya desain atau modif jangan mengurangi faktor keselamatan di jalan

        Mau gimana gimana, motor sport jangan sampai dibuat sama seperti motor sport betulan, contoh motor sport yang tidak layak dipakai di jalan raya:

        Suka

  4. Betul juga Mas, tapi selera pasar menuntut pabrikan menciptakan motor laki yang mirip motor yang siap mengaspal di sirkuit balap. Untuk kriteria motor laki yang ramah dengan pembonceng mungkin saat ini yang ada hanya Verza dan Megapro, Byson.

    Disukai oleh 1 orang

    • yang jelas, sesuai topiknya, sehebat-hebatnya, selaris-larisnya motor sport/batangan, tetap saja kolaps jika berhadapan dengan motor yang lebih fungsional seperti metik, mengingat konsumen tanah air mayoritas lebih bisa menerima kehadiran motor yang ‘tidak egois’ dengan minimnya fungsionalitas, kecuali anak-anak muda yang cuma mengedepankan gaya.

      Disukai oleh 1 orang

    • Rasanya bukan untuk siap balap tapi berkesan balap. Karena kalau balapan betulan rasanya yang bodinya nggak sporty pun bisa kencang kalau power to weight ratio nya bagus. Verza dan Byson sayangnya lemot.

      Rasanya desain sport bukan selera pasar, karena dari statistik menunjukkan bahwa matik yang lebih laku. Seperti contohnya Honda. Motor sportnya bisa dibilang mengalami perbaikan desain yang signifikan. CB dan CBR itu desainnya bagus dan sesuai selera, tapi matiknya yang lebih laris. Ada sesuatu yang bikin motor sport kalah laku sama matik.

      Disukai oleh 1 orang

  5. dari dulu yg namanya motor sport adalah proyek mercu suar, semenjak adanya bebek/matic ya pasti kalah MS nya, namanya motor khusus laki…. coba bayangkan Honda ga punya cbr250rr, cb/r150 atau ekstremnya ga punya moge sport, apakah mbit vario bisa selaku sekarang? motorsport adalah proyek image, sama spt motoGP atau balap lain, pabrikan ga untung dari event balap… untungnya ya dari jualan motor rakyat itu

    Suka

    • Iya, setelah motor matik makin populer motor sport jadi seperti proyek mercu suar. Tapi ada juga kasus seperti kawasaki dan suzuki dimana yang laku cuma motor sportnya, bebek / matiknya nggak laku.

      Yang belum itu Honda dan Yamaha matik versi sport, yang tanpa rear spoiler, spedo mini, lampu di setang, bodi dibuat mirip bodi motor fairing.

      Suka

  6. Motor sport kedepannya mungkin untuk hobi saja mengingat model matic besar sudah banyak pilihan seperti nmax, pcx dll yg sangat cocok untuk yg sudah berkeluarga.

    Disukai oleh 1 orang

  7. Dulu ada om motor sport matic, keluaran piagio namanya HUMAN DNA180.
    ini motor saat beredar di indo malah melebihi teknologi motor yg beredar sekarang.
    Contoh, upshift n downsihft cukup tekan tombol, penampakan tangki depan ternyata adalah bagasi… Pokoknya keren om, sayang harganya hampir 50jt disaat yg lain mentok 17jt..

    Suka

  8. yg namanya motor sport ya lebih di tujukan ke power, bukan fungsionalitas. kenapa ada matic? ya buat menuhin kebutuhan pasar yg perlu motor buat bawa ini itu, bermacet” ria. motor ada segmennya masing” mas, kalo bebek sama matic lebih ke fungsionalitas ke timbang perfomance nah sebaliknya sport justru condong ke performance ketimbang fungsionalitas.

    Suka

  9. Ko admin tau sih saya belinya karena alasan masih bujang ahaha. Tepat semua, ini sekedar biar ga bonceng orang laen. Dah kawin mah ganti ke matik, satu matik mini satu matik gambot buat touring atau jalan-jalan akhir minggu keluarga kecil saya. Mungkin nanti beli kedepannya beli mobil LCGC? Yah, maklumi mimpi bujangan ini ahaha.

    Suka

  10. Penjualan matic dibandingin motor sport? Hahaha.

    Mas kalo bandingin itu yg apple to apple dong. Udah jelas fungsinya beda, apalagi harganya. Gimana cara mikirnya bandingin mio sama R25? Gak sekalian bandingin Agya sama Alphard? 😂😂😂

    Yuk logikanya dipake, mz.

    Suka

    • Bisa dijelaskan beda fungsinya? Menurut mas tujuan orang beli motor untuk apa?

      Nggak bisa disamakan antara mio vs R25, dengan Agya vs Alphard. Alphard kan lebih nyaman anteng, sementara itu R25 justru lebih sengsara, cepat capek. Cuma menang lebih mahal, lebih kencang dan lebih besar.

      Suka

  11. O, Kalau begitu waktunya bikin skuter matic boadi gede dan bertenaga gede dong! Nmax itu 150. Kalau ada yang bodi gede kaya xmax, tapi 200 atau 225 cc dengan harga 40an kayaknya laku deh.

    Suka

  12. Saya suka tulisan anda. Jujur dan mengungkapkan ironi..
    Sampe skrg saya lebih pilih matic, kalaupun sport saya suka gl max. Mau gaya tinggal custom sedikit. Sport dapat, gaya dapat, classic dapat.

    Suka

  13. weleh.. nama saia jadi update-an wikiwikiwikiwiki….

    tapi betul, segmen sport memang ‘katanya’ khusus buat yang memang mengejar gaya, namun demikian, di republik ini, selera masyarakatnya kompleks, ada yang pengen tenaga setangguh sport tapi tidak mengurangi fungsionalitas kodrati sepeda motor yang dulu justru dikembangkan sangat pesat di era 70-90an, dari yang sebelumnya miskin fitur sampai jadi kaya fitur (bayangin tuh, desainer sampe bikin behel tilam alias tiger lama yang ada besi kecilnya buat pengait jaring barang bawaan, kemudian ada produsen aftermarket yang bikin step bar buat dipasang di downtube buat pijakan anak kalo duduk di depan, dll).

    oleh karena itu, segmen sport yang fungsional tetap harus dijaga eksistensinya, tinggal meningkatkan performanya saja, lha mosok verza yang 150cc aja kalah ganas lawan GL cepek yang standaran saja tembus 12 dk.

    Suka

Bagaimana menurut bro?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.