Ini riset yang menunjukkan ngawur dan bahayanya ajaran safety atau defensive riding mendahulukan rem depan dan melarang menaruh jari di tuas rem


Sebenarnya soal ini rencananya akan penulis bahas di artikel tentang kontroversi aliran pengereman. Namun karena banyak komentar yang sepertinya menganggap enteng bahayanya pakai rem depan, maka penulis bahas dalam artikel terpisah.

Sebelumnya penulis sudah membahas bahwa mendahulukan rem depan dan tidak menaruh jari di tuas rem itu berbahaya. Untuk soal jari banyak yang setuju, untuk soal jangan mendahulukan rem depan ada yang tidak setuju. Sepertinya yang menganggap mendahulukan rem depan aman itu karena mengeremnya lembek atau tidak pakem. Ini akan penulis bahas di artikel lain. Penulis juga akan menulis artikel khusus soal rasio pengereman 70%/30% juga.

Di artikel ini penulis menterjemahkan sebuah riset yang menunjukkan bahaya menaruh semua jari di setang dan bahaya mengerem mendahulukan rem depan. Riset tersebut meneliti penyebab kecelakaan sepeda motor di Jerman.

Risetnya:
MOTORCYCLE BRAKING AND ITS INFLUENCE ON SEVERITY OF INJURY – Alexander Sporner & Thomas Kramlich, GDV – Institute for Vehicle Safety München – Germany

Judulnya adalah pengereman sepeda motor dan pengaruhnya pada tingkat parahnya luka, disusun di institut keselamatan berkendara Jerman.

The motorcycle database of the Institute for Vehicle Safety includes 610 motorcycle/car collisions as well as 300 single-vehicle accidents involving motorcycles, in which at least one motorcycle driver was injured. The data was obtained from the accident files of German car insurers and covers the period from 1990 to 1997. This data was used for an in-depth analysis of the sequence of events that occur during an accident.

Disebutkan bahwa data merupakan hasil analisa 610 kasus tabrakan motor, dimana 300 terjadi sendiri, dimana paling tidak ada satu orang yang terluka. Data diperoleh dari data kecelakaan dari perusahaan ansuransi di Jerman yang meliputi periode antara 1990 hingga 1997.

Kesimpulan dari risetnya:

Dikatakan bahwa dari 610 kecelakaan, ada 35% yang tidak bereaksi atau tidak ngerem.

Tidak bereaksi atau tidam ngerem itu memang bisa jadi karena kejadian terlalu cepat sehingga tidak sempat bereaksi. Namun ada cara berkendara yang diklaim sebagai lebih safety yang bisa memperlambat reaksi. Yaitu ajaran yang melarang orang menaruh jari di tuas rem.

Kebetulan ada contoh korbannya:
Riding Habit: Sama-sama nyaman, tapi hanya satu yang aman

azzam, March 26, 2017:
ane salah satu driver ojek online dari bandung, pernah dapet pelatihan safety riding juga, termasuk mengenal kebiasaan yang salah dalam berkendara bermotor menurut panduan mereka mentor, salah satunya ya menaruh satu dua jari di tuas rem depan. kebiasaan ane menaruh setidaknya satu jari di tuas rem dan alhamdulillah dari semenjak belajar berkendara motor belum pernah mengalami hal – hal buruk karena “kebiasaan salah”. awal – awal setelah pelatihan ane nyoba biasain deh tuh, seluruh jari di genggam handle gas. walhasil, suatu waktu pernah nubruk angkot yang berhenti mendadak dari belakang yang membuat spakbor depan ane pecah, karena saat hendak meraih tuas rem, jari tangan ane nyangkut dulu di bagian bawah tuas rem, sehingga memperlambat respon untuk segera mengerem. semenjak kejadian tersebut, ane kembali lagi ke kebiasaan semula, menaruh setidaknya satu atau dua jari di tuas rem.

Misalkan itu dianggap mengada ada, berikut ada risetnya juga:
Advanced Motorcycle Braking

A study entitled Hand Position and Motorcycle Front Brake Response Time concluded:
“Training and practice in the effective use of the front brake and covering the brake lever has the potential to increase the numbers of motorcyclists who successfully avoid a critical violation of their right of way.”

Juga anjuran departemen motor negara California;
State of California – Department of Motor Vehicle – Ride Within Your Abilities

In high-risk areas reduce your speed, and cover the clutch and both brake levers to reduce your reaction time.

Dikatakan bahwa di daerah yang penuh resiko, kurangi kecepatan dan taruh jari di kopling dan kedua tuas rem untuk mengurangi waktu reaksi.

Penulis sendiri juga merasakan sendiri bagaimana lambatnya reaksi saat menaruh semua jari di setang. Perlu waktu untuk mencapai tuas rem.

Alasan dari para instruktur safety riding / defensive riding melarang menaruh jari di tuas rem adalah karena dianggap bahwa menaruh jari di tuas rem bikin orang panik akan menekan rem terlalu keras dan bikin motor jatuh. Dianggap bahwa menaruh semua jari di setang tidak menyebabkan hal itu. Di artikel sebelumnya penulis sudah menunjukkan itu omong kosong, menaruh semua jari di tuas rem tetap saja tidak mencegah orang panik mengerem berlebihan dan celaka:

 

Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa reaksi lambat resikonya besar. Jelas bahwa menaruh jari di tuas rem langkah yang lebih aman.

 

Yang berikutnya disebutkan bahwa 19% dari 65% itu jatuh sebelum bertabrakan. Di penelitian tersebut jatuh dijelaskan penyebabnya sebagai berikut:

Modern motorcycles have excellent brakes but the driver is often overtaxed in pre-accident situations. There is a great risk that even an experienced driver will overbrake the front wheel due to the stress situation. In more than 90% of all accidents involving a fall prior to the collision, an ALB system could have been completely prevented the fall.

The motorcycle driver must use one hand and one feet to actuate two completely independent braking systems while at the same time still ensuring the stability of his single-track motor vehicle. Although most drivers accomplish this in almost all cases without too many problems, the motorcycle driver is hopelessly unable to cope in the case of panic braking. Either he is so startled that he overactivates the front-wheel brake, thus locking the front wheel, or he fails to apply the front-wheel brake enough for fear of locking the front wheel. In either case, he extends his stopping distance or, even worse, he will inevitably fall in the first case.

And to make things even more complicated, the laws of physics also stack up against the motorcycle driver. Weidele /8/ first described the dynamic overbraking of the front wheel as early as 1994. This comes about due to the different gradients in the growing braking force and dynamic axle load displacement in very rapid braking operations such as in panic braking.

To sum up, in the event of panic braking, even experienced motorcycle driver hardly have a chance of not overbraking the front wheel, since the laws of physics favor wheel lock-up.

Dikatakan bahwa sepeda motor masa kini punya daya pengereman sangat baik, namun pengendara sering berlebihan di saat sebelum kecelakaan. Resikonya besar sehingga pengendara berpengalaman sekalipun akan mengerem depan secara berlebihan di situasi panik. Ada lebih dari 90% kejadian dimana kecelakaan juga melibatkan jatuh sebelum terjadi tabrakan, situasi dimana ALB (Anti Lock Brake, maksudnya ABS) akan bisa mencegah mereka jatuh.

Pengendara harus menggunakan anggota badan yang berbeda untuk mengaktifkan dua rem yang bekerja sendiri sendiri, sambil memastikan bahwa motor masih bisa tetap stabil. Walau kebanyakan pengendara bisa melakukan ini di banyak situasi tanpa masalah, mereka tidak mampu melakukannya pada situasi pengereman panik. Mereka bisa memakai rem secara berlebihan dan membuat roda terkunci, atau tidak bisa menggunakan rem depan dengan benar, tidak bisa menekan tuas rem dengan kekuatan yang cukup, sehingga pengereman tidak maksimal karena takut roda depannya terkunci (penulis akan bahas ini di artikel berbeda, banyak yang komennya seperti ini). Jadi, ada yang jarak pengeremannya jadi terlalu panjang, sementara itu yang parah adalah bila mereka jatuh.

Yang membuat masalah jadi lebih rumit adalah hukum alam juga tidak mendukung. Weidele menjelaskan tentang apa yang terjadi pada pengereman depan yang berlebihan mulai sejak 1994. Ada perbedaan reaksi di sistem pengereman dan beban pada as bila dipergunakan untuk mengerem mendadak.

Singkatnya, pada situasi pengereman panik, bahkan pengendara yang level expert sekalipun hampir tidak punya kesempatan untuk tidak mengerem depan secara berlebihan, karena hukum alam membuat rem depan cenderung ngelock

 

Jadi 12% yang jatuh dan celaka itu adalah gara gara pakai rem depannya berlebihan. Instruktur safety riding biasanya ngomong bahwa kalau ngerem jangan langsung ditekan kuat. Namun dijelaskan bahwa yang paling jago sekalipun kalau panik bakal punya kemungkinan menekan rem terlalu kuat. Jadi walau nalar sudah tahu bahwa menekan terlalu kuat bakal bikin jatuh, bila pada saat panik sudah nggak bisa mikir lagi dan seringnya akan jadi jatuh.

Sementara itu yang takut banget rodanya ngelock, memakai remnya jadi takut takut dan kurang menekan. Sebagai akibatnya motor berhentinya jadi lama atau terlalu jauh.

Jadi yang khilaf lupa soal ngelock bakal ngerem berlebihan, lalu ngelock dan jatuh. Sementara itu yang ketakutan dan tidak berani menekan tuas rem dengan kekuatan cukup, akhirnya jadi mengerem tidak maksimal, dan motor tidak bisa berhenti dengan cukup cepat.

Kedua masalah tersebut bersumber pada pemakaian rem depan. Jadi jelas bahwa mendahulukan pemakaian rem depan itu berbahaya dan merupakan ajaran ngawur.

 

Sebenarnya riset tersebut juga ada penelitian menyangkut alasan mengapa kok saat panik mendahulukan rem depan bikin motor jatuh. Tapi penulis nggak paham. Berikut gambarnya:

Berikut ini contoh kasus yang terjadi:

In the first case, a motorcycle driver collided with a car approaching from the left. The car turned into the direction in which the motorcycle was travelling. The moment the motorcycle driver realized the car was going to intersect his path, he slammed on the brakes which immediately caused him to fall. The remaining inertia caused the driver’s body to slide against the rear car fender and he most probably was trapped between his motorcycle and the car. Despite only minor visible external injuries, the motorcycle driver died of internal injuries.

If we vary the initial situation such that the driver is assumed to have applied the brakes in a controlled manner at the same reaction point and without a fall, the result is an entirely different course of events in this accident situation. In this case, the motorcycle driver would have been able to stop his motorcycle and the collision could have been avoided entirely.

In the second example that follows, it might not have been possible to avoid the accident either, but it is highly likely that the consequences would not have been fatal. In this case as well, the motorcycle driver fell and suffered fatal injuries when his body slammed against the front axle of the car. Figure 4, which depicts the crash position, demonstrates that this driver was also jammed between the car and his own motorcycle.

The third case occurred at the beginning of a curve. Startled by an oncoming vehicle, the motorcycle driver applied the brakes in panic, fell and slid tangentially into the oncoming traffic, where he sustained fatal injuries as he slammed against the lower front portion of a car.

Dikatakan bahwa pengendara motor clash dengan motor yang datang dari kiri. Mobil lalu masuk ke jalur yang akan dilewati motor. Pada saat pengendara tahu bahwa motor memotong jalurnya, ia mengerem berlebihan sehingga langsung jatuh. Gaya inersia membuat badan pengendara meluncur masuk ke bagian bawah mobil dan terjepit diantara mobil dan motornya sendiri. Walau hanya mengalami luka luar yang ringan, pengendara meninggal karena luka dalam.

Jika pengendara bisa menggunakan rem dengan kontrol yang baik dengan reaksi yang sama tapi tanpa jatuh, maka hasil akan sangat berbeda. Di kasus ini, pengendara akan bisa berhenti pada waktunya dan tabrakan tidak akan terjadi.

Di kasus kedua, mungkin kasus kecelakaan tidak akan bisa dihindari namun besar kemungkinannya tidak akan jadi fatal. Di kasus ini juga, pengendara terjatuh dan mengalami luka serius saat badan pengendara menghantam bagian depan bawah dari mobil. Pengendara juga terhimpit diantara mobil dan motornya sendiri.

Di kasus ketiga terjadi di awal belokan. Karena kaget dengan kemunculan kedaraan yang datang dari berlawanan arah, pengendara motor menekan rem depan secara panik, jatuh dan lalu badannya meluncur ke kendaraan yang datang dari arah berlawanan, membuatnya terluka fatal ketika menghantam bagian depan bawah sebuah mobil.

 

Walau sudah ada contoh kasus celaka seperti ini, rasanya para instruktur safety riding dan defensive riding di Indonesia masih akan tetap ngeyel bahwa mengerem itu harus mendahulukan rem depan. Biar aman, bolak balik ditekankan untuk ditekan pelan pelan, jangan langsung keras. Bila pengendara tetap celaka setelah pakai metode ngawur mereka, mereka pasti menyalahkan pengendara, nggak mungkin bakalan mengakui bahwa metode mereka salah. Maklum, sudah turun menurun dari jaman dulu. Di logika mereka, motor sekarang masih sama seperti jaman dulu.

Update:
Yang diajarkan sampai sekarang tetap ilmu mematikan:
Begini Teknik Mengerem Mendadak Tapi Enggak Bikin Ngesot, Hanggi Martyas Laksono | 17-May-2017

“Cara melakukan pengereman mendadak yang tepat itu, tutup gas dengan cepat, kemudian tarik rem depan, kemudian injak rem belakang. Makanya jangan biasakan kedua jari nempel di tuas rem depan saat sedang berkendara. Karena ketika melakukan pengereman maka secara spontanitas akan cepat memencet rem depan, sedangkan tuas gas belum diturunkan atau ditutup. Sehingga rem dilakukan untuk melawan putaran mesin, tidak untuk mengurangi kecepatan, yang akhirnya tidak efektif,” ungkap Johanes Lucky, chief instructor safety riding PT Astra Honda Motor (AHM).

“Jadi kalau panik, pengendara tersebut biasa melakukan rem sekuatnya, maka akan berulang terus. Makanya harus dilatih untuk melakukan proses pengereman tidak sekaligus ditekan atau diinjak sekuatnya, tapi ditekan semakin keras dengan cara bertahap, dengan begitu maka ban tidak akan terkunci namun kecepatan motor bisa berkurang dengan baik,” tambahnya.

 

Efek ajaran ngawur tersebut dijelaskan oleh penelitian diatas, kalau pengendara mengerem terlalu keras maka ia akan jatuh yang justru lebih mencelakakan. Kalau pengendaranya takut rodanya ngelock, ngeremnya jadi kurang kuat sehingga motor tidak berhenti secepat seharusnya.

Hasil riset ini menunjukkan bahayanya mendahulukan rem depan. Nggak cuma penulis saja yang berpendapat bahwa mendahulukan rem depan itu berbahaya. Juga nggak cuma riset ini saja, banyak organisasi dan lembaga lain yang berpendapat sama. Artikel masih sedang ditulis.

Kesimpulannya, kalau mau aman, jangan mendahulukan rem depan. Penulis menyarankan untuk mendahulukan rem belakang.

Caranya, dahulukan mengerem belakang, kekuatan tidak perlu maksimal, sesuaikan dengan kondisi jalan, pakai separuh kekuatan normal kalau takut selip. Segera setelah itu, gunakan juga rem depan, patokannya adalah badan motor sudah condong ke depan. Lalu tingkatkan kekuatan menekan tuas rem sehingga pengereman bisa maksimal mendekati limit. Limit maksudnya adalah sampai roda bunyi cit cit tapi tidak sampai srook. Bila srook, lepas rem lalu tekan lagi. Kalau butuh belok, sebaiknya jangan dilakukan sambil ngerem kalau nggak pernah latihan.

 

Ngawur dan bahayanya ajaran intruktur safety riding atau defensive riding ini yang membuat ABS jadi sangat sangat penting untuk mereka yang mempraktekkan ajaran pengereman ngawur ini. Yang ngeremnya berlebihan jadi nggak jatuh, yang ngeremnya takut takut jadi bisa berhenti lebih cepat karena make rem nggak perlu lembek lagi tapi langsung tekan full dan bergantung sama kemampuan dari ABS.

Setelah ABS muncul, rasanya para intruktur tersebut bakalan mengagung agungkan ABS dan bilang bahwa ABS akan mencegah orang jatuh saat orang mengerem saat panik. Nggak sadar bahwa yang jatuh itu karena menuruti ajaran ngawur mereka. Kalau tidak menuruti ajaran mereka, bakalan lebih susah jatuh.

Tapi ABS penting. Dengan ABS kita nggak perlu khawatir kebablasan menekan rem saat panik. Tapi jangan terlalu mengandalkan, pabrik ABS pun ngomong bahwa gaya berkendara yang benar lebih penting. Jadi walau sudah pakai motor dengan ABS, mengerem jangan mendahulukan yang rem depan. Sebaiknya mendahulukan rem belakang.

57 respons untuk ‘Ini riset yang menunjukkan ngawur dan bahayanya ajaran safety atau defensive riding mendahulukan rem depan dan melarang menaruh jari di tuas rem

  1. Alhamdulilah sejak pake motor ABS jadi belum pernah jatuh. Oleh karena ada ABS itu maka saya jadi berani pakai rem belakang menyentak. Setelah itu baru main rem depan sambil turun gigi.

    Suka

  2. Seberapa penting rem depan sebenarnya sudah kelihatan dari produk2 kendaraan roda 2 sampai 4.dari mocil sampai moge.apa itu?? Terlihat jelas kenapa motor 2 hanya mengaplikasikan rem depan dengan disk brake&belakang masih drum.klo pun belakang disk pasti ukurannya 220mm gk lebih.moge sampai motor prototype pun jg begitu.depan dual disk besar mencapai 300mm dengan kaliper 4piston per disc.sedang belakang cuma 220mm dengan kaliper singgle piston. Diliat dari situ sajja sudah jelas bahwa rem belakang hanya sebagai pembantu

    Suka

    • Iya, rem depan itu penting. Namun dalam penggunaan, tidak harus rem depan dulu. saat pertama pengereman ada tahap ngerem halus dulu. di tahap ini akan lebih aman bila pakai rem belakang

      Suka

      • Tahap mengerem memang perlu dilakukan mas, lebih baik lagi kl sempat melakukan observasi yg cukup shg cukup dilakukan menghindar dan deselerasi tanpa mengerem. Tapi bagaimana saat kejadian terjadinya adl panic braking? Memang yg paling ideal adl mengurangi potensi yg memungkinkan panic braking terjadi. IMHO

        Suka

      • Saya kurang setuju dgn artikel ini dan yg kemaren. Soalnya dalam prakteknya gk seperti itu.klo cuma teori sajja oke.. tp dalam prakteknya terbalik. Contoh sajja yg berkecepatan sangat tinggi para pembalap mtor mesin prototype.gk ujan gk panas sama.depan dahulu.seberapa kuat tekanan sharusnya udah punya feeling sendiri2.sytem abs pun porsinya ngerem kuat yg depan.mobil motor sama

        Suka

        • Ada beberapa perbedaan dengan arena balap:
          1. Ban pembalap sudah disesuaikan situasi. Kalau hujan pakai ban hujan, kalau panas pakai ban slick. Cuaca berubah ya ban nya diganti. Grip ban balap dijamin lebih oke dari ban jalan raya, dan ini sudah banyak yang membuktikan, terutama di dunia mobil, contoh bisa dilihat di video BMI.
          2. sirkuit balap dijamin jalannya bersih. nggak ada lumpur, nggak ada kulit pisang atau sampah. Saat hujan, yang bikin bahaya itu adalah hydro planning. Beda sama disini, ada lumpur, pasir dan lumut. jangan juga disamakan dengan sentul. Pembalap moto gp saja bilang sentul nggak layak untuk motogp. Aspal nggak rata sedikit sudah protes.
          Marquez: Sentul Terlalu Berbahaya untuk MotoGP

          3. pembalap moto gp itu ngeremnya lemah dulu, lalu kuat. Dari yang komen disini, rasanya nggak ada yang melakukan itu. Dari awal sampai akhir lemah terus. Nggak sama. Ini rencana saya buat artikel juga. Karena orang merasa aman pakai rem depan padahal ngeremnya masih nggak bener.
          4. motor matik nggak bisa disamakan dengan motor sport karena lebih berat di belakang.

          Suka

  3. ,pahami perilaku motor kita,,,seberapan pakem ukuran rem kita,berapa limit rem kita,,,
    usahakan sllu memantau lalu lintas sekeliling,,
    waspada jika ada rider ngawur (emak2)/bpak2 agak berumur…jangan lngsung prcaya dgn lampu sein mereka…hhhahahaha….

    Suka

  4. sepertinya saya setuju
    begini, anggap saja kecepatan motor konstan, lalu mengerem depan dibutuhkan gaya 100% agar roda mengunci, 100% ini initial brake, dalam artian saat center of gravity belum bergeser ke depan, saat sudah bergeser sesaat setelah initial brake kita bisa pakai gaya lebih, misal 120% agar roda mengunci
    padahal kenyataannya kecepatan tidak konstan, saat kita berakselerasi, cukup 80% initial brake bisa mengunci ban depan, karena cog bergeser ke belakang, sehingga roda depan kekurangan traksi
    sementara saat deselerasi, maka perlu initial brake yang lebih besar, misal 110% hingga roda depan mengunci
    dalam keadaan normal mengerem belakang dulu tidak terlalu perlu, karena bisa diatasi dengan engine brake, tutup gas dulu hingga sok depan turun lalu rem depan
    namun dalam panic brake, ga ada waktu untuk itu, agar sok depan lebih cepat turun maka mengerem belakang dulu.
    jadi bisa dikatakan memgerem belakang dulu itu mempercepat engine brake, mempercepat perpindahan cog ke depan agar initial brake rem depan bisa lebih tinggi

    initial brake yg tinggi ini sangat berguna, makin tinggi initial brake makin tinggi traksi roda depan, karena mengerem juga membuat sok lebih turun lagi
    ajaran mengerem depan ringan dulu itu juga benar (ketika initial brake rendah seperti saat berakselerasi, perlu waktu agar roda depan memiliki traksi maksimal), namun tidak lebih aman

    hal ini karena, ketika roda depan sudah mengunci, cog akan sedikit bergeser ke belakang lagi yang membuat traksi roda makin kecil (ada perbedaan koefisien gesek antara roda mengunci dan tidak)

    cara paling aman memang yg seperti penulis utarakan, mengerem belakang agar initial brake tinggi, kalau initial brake tinggi maka kekawatiran roda mengunci dulu bisa diminimalkan
    kebanyakan kasus adalah mengerem depan 100% saat initial brake masih 80%, misal kita biasa mengerem 100% saat kecepatan konstan (tanpa mengunci), nah motor masih berakselerasi namun mengerem juga 100% (karena terbiasa). hal ini akan menyebabkan roda mengunci

    1 lagi. recovery ketika roda depan mengunci adalah, lepas rem depan, tekan/tambah tekanan rem belakang, lalu rem depan lagi

    Suka

    • Terima ksih sharingnya. Iya. Kekuatan pengereman pertama itu yang sangat penting.

      Yang bikin celaka itu bukan karena initial brake kurang besar namun terlalu besar. Pada saat motor belum condong ke depan, maka beban dari belakang masih belum berpindah ke depan. Karena itu grip dari roda depan masih sama dengan roda belakang, kalau di matik justru malah grip roda depan lebih kecil dari roda belakagn. Oleh karena itu perlu ada tahap mengerem halus dulu. Nah ditahap ini sering terjadi kelebihan.

      Saat pengereman maksimal, kalau tidak salah referensi diatas menyebutkan resiko selip makin besar. Nah ini yang menyebabkan selip tidak pada tahap pertama.

      Dari beberapa contoh dan referensi, roda depan terkunci itu sangat sulit untuk direcover.

      Suka

    • Mengukur persentase yg disebuf itu cukup sulit. Kadang juga kita ada lupa ya krn faktu U juga sih.
      Tapi menarik teknik lepas roda depan mengunci di atas.

      Suka

  5. kalau bingung dengan konsep initial brake, anggap saja initial brake itu traksi roda depan
    ketika kita konstan, traksi ban depan 100%, ketika berakselerasi/menanjak/berboncengan traksi ban depan berkurang, 80% misal
    ketika deselerasi/engine brake/mengerem/jalan menurun traksi ban depan bertambah, misal 120%

    konsep ini tidak ada dalam safety riding

    Suka

    • Sebenarnya sih konsepnya ada. Biasa disebut squeeze do not grab. Maksudnya kalau ngerem yang lemah dulu, jangan langsung kencang. Namun cara belajarnya salah, rider disuruh latihan di satu tempat saja. Padahal untuk bisa mahir itu harus latihan di suatu tempat.

      Jadi teknik pengereman mendahulukan rem depan itu butuh skill yang sangat tinggi. Tapi toh terbukti bahwa yang dibilang ahli pun ternyata bisa gagal. Bisa dilihat di uji motor dengan dan tanpa ABS.

      Suka

  6. saya setuju untuk mendahulukan rem belakang, malahan rem depan jarang banget kupakai kalo riding di keramaian lalin ibu kota dg kecepatan di bawah 40km/jam. tapi saya tidak setuju dengan jari stand by di tuas rem atau kopling.. pernah kucoba rasanya tidak nyaman dan cepet pegal kalo aku, kalo sudah menjiwai pasti tahu saatnya tarik rem dan kopling dan tidak akan kelabakan mencari cari dimana tuasnya.. asyiknya riding adalah bermanuver dengan kedua tangan menggenggam lembut stang secara penuh; begitu yang kulakukan dari tahun 70an dulu… bawa mobil juga nggak ada yg kaki standby di pedal rem dan kopling kan…

    Suka

    • Iya, posisi tangan harus nemu yang nggak bikin capek. Boleh kalau di jalan ramai saja ditaruh tuas rem. Yang penting tahu bahwa menaruh jari di tuas rem itu lebih aman daripada tidak.

      Untuk di mobil petunjuknya juga sama, cover the brake juga kalau di jalan rawan.

      Suka

  7. Buat yg punya warung, hati hati om kalau kalau ntar blognya di hack sama orang dari pihak yg tidak suka atau berseberangan dengan pemaparan dari artikel2 anda selama ini, karena walo bagemanapun mereka itu ujung2nya adalah jualan, dengan adanya blog yg isinya melawan arus seperti anda, bisa saja mereka pihak2 yg berseberangan itu lama2 akan merasa gerah juga karena eksistensi artikel2 blog anda mungkin bisa dianggap “mengancam” orang2 bakal calon konsumen produk dari mereka.
    #abaikansaja
    #hanyaanalisangawur

    Suka

  8. Karena sang pemilik warkop berkali2 membahas “safety riding when doing late braking”, saya jadi gatel mo komen juga.
    Intinya butuh pendewasaan diri dr para rider.
    Instruktur safety riding ndak salah karena patokan mereka itu kebanyakan dengan asumsi “jalur mengemudi adalah jalur tunggal alias jalur sempit” kalau udah jalur lebar ya wasalam lah cara para instruktur. Belum lagi faktor “TAKDIR”.
    Ngoahahaha…
    Kalau saya, cuma saran aja. Pernahkah penulis/komenter/reader lain nyobain gaya pengereman Shinya Nakano waktu jadi pebalap tim KAWASAKI GP ? Saya dapat inspirasi gaya mengerem motor dr dia.
    Kebanyakan orang pake jari telunjuk ama tengah buat narik tuas rem. Padahal setelah dibiasakan, lebih nyaman dan aman (so far buat saya yang pernah beberapa kali hampir nabrak emak2/bapak2 ngerem mendadak) ngerem pake jari tengah & jari manis & jari kelingking. Sekaligus ketiga jari ini juga standby di handle rem.
    Salam rider.

    Suka

    • ha ha ha iya, memang latihannya selalu di jalan tikus.

      Kalau untuk soal jari, sepertinya tergantung kebiasaan dan kenyamanan juga. yang penting bisa mudah mengendalikan kekuatan pengereman. Cara tersebut bisa saja ada yang tangannya nggak sampai.

      Suka

    • Kalo ini tergantung sistem pengereman motor
      Kalo pake yamaha yang di tekan dikit udah pakem saya cenderung pake telunjuk dan jari tengah (kl pake telunjuk dan jari tengah risiko ng lock besar)
      Kalo pake honda yang butuh ditekan dalam saya lebih nyaman pake telunjuk dan jari manis (kl pake telunjuk dan jari tengah kurang kuat)

      Pake rumus pengungkit saja, makin jauh jarak jari kita dari as tuas rem, makin besar gaya yang dihasilkan, kadang kl pake vixion cukup jari tengah saja udah pakem

      Suka

  9. Dear Penulis,
    Bisa di share mengenai literatur yang dijadikan acuan? Supaya bisa dibaca dan dapatkan pengetahuan yg komprehesif ttg topik ini.

    Suka

  10. saya masih menganut konsep rem depan terlebih dahulu hehehehe. cuma tulisan om kan tidak setuju soal rem depan dahulu. nah untuk memperkuat ‘kebenaran’ tulisan om tersebut, maka disebutkan bahwa jika terlalu kuat/berlebihan bla bla dan begitu seterusnya dan kalimat tersebut hampir ada di setiap paragrap. menurut saya nih om, apapun itu kalo terlalu kuat/berlebihan maka ya gak baik (dalam hal ini terjatuh) jika menggunakan rem depan berlebihan. nah kalo gak berlebihan gimana..??

    seperti komen saya di artikel om yang lain, benyak sedikitnya tekanan rem depan tidak bisa/tidak mungkin konstan dan hal ini susah dijelaskan

    menurut saya, selama gak berlebihan/terlalu kuat bla bla dalam menggunakan rem depan, aman kok. disini feeling rider dan kemampuan rider dalam mengerti plus minus tunggangannya sangat berperan penting

    satu hal yang pasti, rem depan lebih pakem dalam menggentikan laju kendaraan dibanding rem belakang dan tentu saja tidak berlebihan

    Suka

    • Itu yang ingin saya bahas berikutnya. untuk membahas apa jeleknya mengerem tidak berlebihan. Memang rem depan lebih pakem. tapi tidak semua orang belajar mengetahui limit dari grip motornya.

      Suka

  11. Cara pengereman yang disampaikan penulis itu sudah di uji coba berapa tahun mas, butuh jarak berapa meter supaya motor bisa berhenti normal? Saya rasa susah dipraktekkan kalau situasi lagi panik, keburu benjut kepalanya karena nabrak kendaraan didepannya. Terkadang teori itu beda jauh dengan prakteknya, teori bisa berjalan bila situasi normal, susah dipraktekkan dalam situasi panik & terdesak.

    Suka

    • Saya sebelumnya bertahun tahun termasuk aliran malas kalau ngerem cuma pakai depan saja, baru kalau butuh ditambahi rem belakang. Namun setelah mengalami kejadian nggak enak beberapa kali, akhirnya jadi lebih niat ngeremnya dengan pakai rem belakang dulu.

      Sayang saya nggak punya action cam, jadi tidak bisa merekam. Harusnya dibuat side by side dengan yang bilang aman kalau pakai rem depan saja.

      Saya ngerem biasanya sampai bunyi cit cit. Bunyinya mirip dengan bagian kedua video berikut. Kalau ban ngelock kan bunyinya ciiiiiiit panjang. Kalau pakai abs bunyi cit cit cit cit.

      Atau bagian pertama video berikut:

      Dari yang saya coba beberapa kali, kalau berusaha mencapai suara itu untuk ban depan dan belakang, kalau pakai rem depan dulu rasanya lebih ngeri, terasa mengganjal bagaimana. Kalau pakai rem belakang dulu terasa lebih gampang, tekanan rem depan malah bisa lebih kuat daripada kalau mendahulukan rem depan.

      Yang susah praktek itu kalau pakai rem depan dulu. Kalau nggak punya nyali dan takut bannya ngelock, jarak pengereman jadi molor. kalau kepedean maka ban ngelock dan langsung ndelosor. bisa dibilang keajaiban kalau bisa recovery.

      Suka

  12. Kalau saya naruh jari 4 dituas rem depan belakang saat riding. Rem belakang dulu selang 1 detik rem depan oh ya saya ngeremnya gaya late brake. Jadi ngeremnya engine brake dulu lalu tuas rem ditekan.

    Suka

  13. Kebiasan juga ngaruh om…
    Ane dulu biasa bawa rx king, rem depan pakem. Pernah nikung tiba tiba ada kendaraan lain, gerakan refleks ane menegakkan motor sembari telunjuk menarik tuas rem, alhamdulilah ga jatuh.
    Bedanya saat naik honda supra. Berkendara dijalan dua arah, tiba tiba anjing nyebrang, ane rem depan dgn telunjuk merasa motor ngeloyor, ane remas rem depan alhasil ane tetap nabrak anjing plus ane terbang beradu aspal….
    Kualitas rem depan juga berpengaruh plus kebiasaan mengerem, ga semua motor bisa menggunakan cara mengerem yg sama.

    Suka

    • setuju, kendaraan berbeda reaksi kendaraan terhadap pengereman berbeda. Untuk itu penting untuk punya gaya berkendara yang bisa aman untuk semua kendaraan.

      Kalau untuk saya, jari di tuas rem lebih untuk memudahkan mengepaskan tangan saat mengerem. Saat mengerem tetap pakai banyak jari karena mengatur kekuatan lebih mudah. Kalau semua jari di setang, setelah nemu tuas rem harus mengepaskan posisi dulu.

      Lagipula saya mengerem pakai yang belakang dulu. resiko ban depan selip jauh berkurang.

      Suka

  14. Susah memang klo sudah menjadi kebiasaan turun temurun.
    Saya dalam kondisi normal, artinya sadar sesadar-sadarnya, tahu kapan harus menggunakan rem depan dan belakang. Dalam keadaan salip2an kecepatan di atas normal, rem depan memainkan peranan penting. Yg pnting kita bisa lihat titik pengereman, melaui spakbor atau visor meter di batok. Saat itulah suspensi depan bekerja maksimal.
    Tapi dalam kondisi telat lihat kendaraan di depan, atau kendaraan depan tiba2 melambat, rem depan dan belakang ditekan bersamaan. Sambil rem depan dikocok2. Rem belakng buat ngimbangin bodi, tapi harus lembut nginjak nya, sampai ktmu jarak titik rem yg pas, baru maksimalkn rem depan buat akselarasi.

    Suka

  15. Ane penggemar rem depan.. bukan karena didoktrin safety instructor lho..
    *yg jelas saat bermacet2, selalu rem depan..
    *kecepatan s/d 50 kmph (i’m not a speed freak), ane berani cuma pake rem depan dgn kondisi: -jarak pengereman cukup.. -gas diturunin.. -familiar dengan kondisi jalan serta trafficnya..
    *pengalaman beberapa kali ngesot gealgeol ngerem mendadak pake rem belakang, walaupun low speed..

    Suka

    • ok. saya dulu juga pakainya rem depan. Tapi setelah beberapa kali hampir jatuh dan pernah jatuh gara gara pakai rem depan dulu, sekarang pakai rem belakang. Geal geol masih lebih mudah dikendalikan. Kalau rem depan bisa belajar nggak ngelock, rem belakang juga bisa dipelajari biar nggak geal geol. Resiko kalau salah perhitungan juga beda jauh.

      Suka

  16. […] Kutipan tersebut mewakili apa yang diajarkan di safety riding Indonesia. Sepertinya semua lembaga pendidikan safety riding atau defensive driving di Indonesia mengajarkan metode itu. Kutipan kutipan senada sudah pernah penulis bahas sebelumnya di beberapa artikel. Salah satunya: Ini riset yang menunjukkan ngawur dan bahayanya ajaran safety atau defensive riding mendahulukan rem… […]

    Suka

  17. […] Kutipan tersebut mewakili apa yang diajarkan di safety riding Indonesia. Sepertinya semua lembaga pendidikan safety riding atau defensive driving di Indonesia mengajarkan metode itu. Kutipan kutipan senada sudah pernah penulis bahas sebelumnya di beberapa artikel. Salah satunya: Ini riset yang menunjukkan ngawur dan bahayanya ajaran safety atau defensive riding mendahulukan rem… […]

    Suka

  18. […] Lalu setelah keluar ABS, jadi tahu kelemahannya rem cakram, yaitu kalau ngerem mendahulukan rem depan saat panik, bakal lebih gampang jatuh. Yang bahas tentunya di review keamanan motor yang sudah pakai ABS. Yang masih belum ABS nggak akan menyebut hal itu. Yang kebangetan sih yang mengajari teknik ngerem gampang celaka. Ini riset yang menunjukkan ngawur dan bahayanya ajaran safety atau defensive riding mendahulukan rem… […]

    Suka

  19. […] Penulis mengambil kesimpulan bahwa menaruh jari di rem meningkatkan respon berdasarkan pengalaman pribadi. Ada orang lain yang sudah menguji, mungkin nanti akan penulis buat artikelnya. Ada juga hasil risetnya, yang menunjukkan bahwa 35% orang celaka di Jerman itu karena nggak sempat ngerem walau masih ada jarak untuk mengerem: Ini riset yang menunjukkan ngawur dan bahayanya ajaran safety atau defensive riding mendahulukan rem… […]

    Suka

Bagaimana menurut bro?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.