Motor MotoGP bagian 2: Pengaruh firing big bang vs screamer pada wheelspin dan wheelie .


Kali ini penulis akan membahas soal firing order atau urutan pengapian bigbang dan screamer dan pengaruhnya ke perilaku handling motornya motogp.

Bigbang dijelaskan sebagai berikut:
Big-bang firing order, From Wikipedia, the free encyclopedia

A big bang engine is an unconventional motorcycle engine designed so that most of the power strokes occur simultaneously or in close succession. This is achieved by changing the ignition timing, changing or re-timing the camshaft, and sometimes in combination with a change in crankpin angle.

The goal is to change the power delivery characteristics of the engine. A regular firing multi-cylinder engine fires at approximately even intervals, giving a smooth-running engine. Because of a big bang engine’s power delivery imbalance, there exists more vibration and stress in the engine. the power peaks are very strong, but when the rear tire does slide, the temporary lull in power between power strokes generally makes the slide easier to catch.

Mesin big bang adalah mesin motor dimana kebanyakan pengapian yang terjadi bersamaan atau berdekatan. Ini dicapai dengan merubah waktu pengapian, merubah timing camshaft dan kadang dikombinasikan dengan merubah sudut crankpin.

Camshaft berguna mengatur gerakan valve untuk keluar masuk udara silinder pembakaran (dibahas berikutnya). Crank pin adalah bagian dari penggerak piston keluar masuk silinder:

Selanjutnya dikatakan bahwa tujuannya adalah untuk mengubah distribusi tenaga yang dihasilkan mesin. Mesin dengan pengapian normal menggunakan waktu pengapian yang terdistribusi rata, sehingga menghasilkan mesin yang berjalan mulus dan halus. Sementara itu mesin big bang menggunakan pengapian yang tidak merata sehingga lebih banyak getaran dan beban di mesin. Torsi puncak lebih kuat. Ketika ban hampir selip karena tekanan yang lebih kuat ini, selang istirahat dari pengapian membuat ban sempat rileks / bebas tekanan sehingga ban bisa ngegrip kembali.

Penjelasan mengapa ban bisa punya grip lebih kuat saat tenaga dibuat ada jedanya bisa dibaca di artikel berikut, prinsipnya sama dengan bila kita melakukan pengereman, bedanya adalah jarak jeda di pengapian mesin itu jauh lebih singkat daripada teknik pengereman ABS ataupun tekan lepas:

 

Screamer dijelaskan sebagai berikut:

A four-cylinder engine with a regular firing interval is sometimes referred to as a screamer.

Dikatakan bahwa mesin 4 silinder dengan pengapian yang normal kadang disebut juga sebagai screamer.

 

Jadi pada intinya big bang dipergunakan untuk membuat waktu pengapian tidak terpisah sehingga ban sempat istirahat. Jadi dari sisi tenaga mesin tidak berubah, yang berubah adalah distribusi torsi karena pembakaran muncul di waktu yang tidak periodik.

Istilah big bang dan screamer ini sudah muncul semenjak jaman motogp masih pakai mesin 2 tak 500cc, contoh paling terkenal adalah di motor Honda NSR500:
Screamer, Bigbang, Twinpulse, Superquadro, scoppi irregolari, Crossplane: cerchiamo di capirci qualcosa

Terlihat bahwa bunga api di gambar tengah mesin big bang digambarkan lebih besar. Ini karena di mesin 2 tak NSR500 bigbang pengapian dilakukan bersama sama dua sekaligus. Ini membuat setiap sentakan torsi jadi lebih kuat karena dilakukan oleh dua silinder sekaligus, namun secara total tenaga tetap karena jadi ada jeda.

Walau dikatakan bisa meningkatkan grip, sentakan yang lebih kuat bisa jadi masalah:

The big bang has a lot of engine braking, so it upsets the bike into corners, then when you open the throttle you get this sudden pulse of power, which again upsets the suspension.

Dikatakan bahwa mesin big bang punya engine brake yang besar, membuat motor tidak stabil di tikungan. Saat di gas, sentakan juga mendadak yang juga membuat suspensi tidak stabil juga.

Jadi konfigurasi big bang itu membuat transisi antara mengerem dan mengegas itu jadi lebih susah. Oleh karena itu setelah ada perkembangan teknologi yang memungkinkan pengendalian kekuatan mesin untuk mencegah wheelie dan wheelspin, kekuatan engine brake, mesin motogp sempat balik ke konfigurasi urutan pembakaran screamer lagi.

Adanya aturan penstandaran software pengatur mesin membuat pabrikan kesulitan untuk mengatur kekuatan mesin dengan baik. Sehingga terpaksa kembali ke big bang lagi, seperti misalnya pada Honda:
MotoGP 2017: revealing the factories’ R&D plans, by Mat Oxley on 28th December 2016

Previously Honda had the best rider aids, using Formula 1 technology, but Dorna’s lower-tech traction control had the RCV overshooting the slip-ratio target and coming back too strongly, while the lower-tech wheelie control was too basic to keep the bike stable.

That’s why Honda is switching to a friendlier ‘big-bang’ engine, with revised firing intervals, to reduce wheelspin and wheelies. Marc Marquez thinks the new engine is a step in the right direction, because all he wants for 2017 is better corner-exit performance.

Dikatakan bahwa sebelumnya Honda menggunakan teknologi formula 1 untuk rider aids, namun karena dipaksa menggunakan software teknologi rendah dari Dorna membuat motor Honda selip melebihi target dan mengembalikannya juga terlalu kuat. Pengatur wheelie teknologi rendah dari Dorna juga tidak mampu menjaga motor tetep stabil.

Oleh karena itu Honda akhirnya memilih kembali ke mesin big bang yang lebih ramah, dengan penyempurnaan waktu pengapian untuk mengurangi wheelspin dan wheelie. Menurut Marc Marquez ini cocok dengan keinginannya agar bisa performa di corner exit bisa lebih baik.

Masalah wheelie dikatakan sebagai penghambat prestasi Honda di season 2016:
Jerez MotoGP Test: Should KTM keep ‘screamer’ engine? 25 November 2016

While Marc Marquez took the RC213V to this year’s title, he and the other Honda riders battled corner-exit wheelies throughout the season. Honda switching to a ‘big-bang’ style engine next season.

Marc Marquez dan rider Honda lain harus berjuang mengatasi wheelie saat keluar tikungan di seluruh musim sehingga Honda memutuskan akan menggunakan konfigurasi bigbang tahun ini.

Namun kembali ke big bang ini bukan tanpa pengorbanan:
Could 2017 be Rossi’s year? by Mat Oxley on 25th May 2016

Big-bang engines create friendlier power and better traction, usually at the cost of peak horsepower.

Dikatakan bahwa mesin big bang punya tenaga lebih ramah dan traksi lebih baik, namun biasanya juga dengan mengorbankan tenaga puncak.

Di konfirmasikan oleh link berikut ini:
Neil Morrison Blog from Qatar: issue #150, 14th March 2017

There is little doubting the improvement of HRC’s new ‘big-bang’ style engine. Power delivery in the lower revs is smoother and the machine appears to be easier to ride. Marc Marquez’s consistency at the Valencia, Sepang and Phillip Island tests was remarkable, and although the bike is still lacking in acceleration – a big disadvantage over the past two years

Tidak diragukan bahwa konfigurasi big bang bisa meningkatkan mesin Honda. Penyaluran tenaga (ke roda) di rpm rendah menjadi lebih halus, dan motor lebih mudah dikendarai. Ini ditunjukkan di konsistensi Marc Marquez di uji di Valencia, Sepang dan Phillip Island. Namun akselerasi motor masih kurang, suatu kelemahan besar di dua tahun ini.

Jadi penerapan mesin big bang membuat mesin bisa akselerasi di corner exit lebih baik namun di jalan lurus akselerasi jadi kurang baik.

Mengapa big bang mengurangi akselerasi?

Menurut penulis karena big bang ini, membuat mesin tidak berjalan mulus karena pengapiannya yang tidak beraturan. Karena tidak mulus maka akselerasi jadi terganggu. Mungkin juga karena jadi butuh balancer lebih banyak untuk mengurangi getaran yang terjadi karena waktu pengapian yang berubah.

Ini akan lebih jelas bila melihat ilustrasi pengapian berikut ini. Link berikut menjelaskan saat Honda masih pakai urutan pengapian screamer:
Motores MotoGP – Entenda os motores do MotoGP, 30 julho, 2016

Urutan pengapiannya berikut ini, superquadro dari ducati itu disebut juga twin pulse:

 

Kalau melihat urutan seperti itu mungkin bertanya tanya juga mengapa kok nggak sekalian digabung saja dua pengapian jadi satu waktu seperti yang dilakukan seperti yang dilakukan Honda pada NSR500?

Problemnya adalah durabilitas. Torsi yang dihasilkan terlalu kuat sehingga mesin jadi tidak awet. Seperti yang dijelaskan berikut ini:
2007 Ducati Desmosedici RR MotoGP Replica Sport Bike

Ducati Corse produced two versions of the Desmosedici engine, one with a regular firing order, and the other with paired cylinders firing simultaneously (Twin pulse). It soon became clear that the latter version put the engine components through excessive strain, so it was decided to use the first configuration.

Ducati membuat dua versi mesin desmosedici, satu dengan pengapian normal satu lagi dengan twin pulse, dimana dua silinder menyala bersamaan. Diketahui bahwa mesin dengan twin pulse mengalami beban sangat besar sehingga diputuskan untuk menggunakan pengapian normal.

Yang berikut ceritanya lebih ekstrem.
Technik: Big-Bang-Zündfolge

Nur bei Ducati erzählte man schmunzelnd vom misslungenen Versuch, bei den 990er-V4-Motoren ein radikales System, den sogenannten Twin-Pulse, zu installieren. Dabei zündeten zwei Zylinder zeitgleich, sodass sich jeweils zwei Kraftspitzen exakt überlagerten, was der Charakteristik eines Zweizylinders nahe kam. Mit der Fahrbarkeit waren Fahrer und Techniker zufrieden, doch unter dem brachialen Druck zerbröselten Primärtrieb, Kupplung und Getrieberäder in Windeseile. Also gingen die Techniker einen kleinen Schritt zurück: Sie versetzen die Hubzapfen und damit die Zündabstände um 70 Grad.

(Dibantu terjemahan google) Dikatakan bahwa Ducati sudah mencoba menerapkan twin pulse yang membuat mesin V4 4 silinder jadi mendekati sifat dari mesin V-Twin 2 silinder. Secara driveability mekanik dan rider puas, namun primer, kopling dan gigi jadi hancur saat dipakai ekstrem. Sehingga mekanikpun mengambil langkah tengah memisah sedikit pengapian menjadi 70 derajat.

Pemisahan 70 derajat ini ada yang bilang sebagai soft pulse timing:
Ducati Desmosedici RR: The Ultimate Ducati Experience

The crankshaft rotates on brass bearing shells and has the crank pins offset by 70 deg to generate soft pulse timing (pulses at 0 – 90 – 290 – 380 deg).

 

Mengapa kok nggak sekalian buat mesin dua silinder saja? Ternyata Ducati juga sudah coba:

Ducati’s MotoGP technicians had considered the possibility of creating a MotoGP `super-twin’, a latest-generation V-Twin prototype. However, detailed analysis indicated that a twin-cylinder engine would just not have been able to produce the required amount of power (more than 230 HP), without excessively increasing the number of revs. A Twin would have had to rev at over 17,000 rpm, but this would require a very short stroke and a very large bore, as a result producing possible combustion problems. Ducati therefore opted for a brand-new V4 engine, which continued the traditional layout of its 90 L-Twin engines.

Mekanik motogp Ducati telah mempertimbangkan untuk mencoba membuat mesin motogp super twin, prototipe terakhit V-Twin. Namun analisa mendalam menunjukkan bahwa mesin dua silinder tidak bakal mampu untuk menghasilkan tenaga yang dibutuhkan, lebih dari 230hp, butuh harus meningkatkan rpm menjadi sangat tinggi. Mesin dua silinder harus bisa berputar hingga 17 ribu rpm. Ini akan membutuhkan strok sangat pendek dan bore sangat luas, yang bisa meninmbulkan masalah pembakaran. Oleh karena itu Ducati memilih untuk mengembangkan mesin V4 baru dengan menggunakan mesin L-Twin 90 derajat tradisi mereka sebagai dasarnya.

 

Bila dilihat diatas, terlihat bahwa mesin Yamaha punya metode big bang yang berbeda dengan Suzuki yang sama sama pakai mesin konfigurasi inline. Ini ternyata ada alasannya, yaitu konfigurasi mesin Yamaha juga membuat mesin jadi bisa lebih mendekati perilaku mesin V4:

The 2009 Yamaha YZF-R1 was the first production sportbike to use a crossplane crankshaft and big-bang firing order. The power delivery is the same as a 90° V4 with a 180° crank

Die Yamaha-Techniker hatten die Hubzapfen um 90 Grad versetzt, mit dem Resultat, dass Sound, Vibrationsverhalten und Charakteristik des TRX-Motors einem V-Motor gleichkamen.

Kedua kutipan diatas memberikan analisa yang sama bahwa dengan menggunakan crossplane crankshaft, maka mesin jadi punya firing order yang mirip dengan big bang. Selain itu penyaluran tenaga (ke roda) jadi mirip dengan mesin V4 dengan 180 derajat crank, bahkan suara, getaran dan karakteristik lain juga jadi hampir sama.

Penjelasannya bisa dilihat di video berikut ini:

Video berikut menarik karena juga bisa menunjukkan ilustrasi visual dan suara dari proses urutan pembakaran, mesin inline 4 crossplane:

mesin inline 4 normal:

 

Update:
Dari sisi kerumitan, mesin dengan urutan pengapian normal dibilang lebih sederhana. Mungkin karena dengan jarak pengapian yang makin rapat, maka perlu diperhitungkan suplai udara masuk dan cara mengeluarkannya dengan lebih baik.
MotoGP » MotoGP: KTM could have big bang engine ready ‘in three months’ 31 March 2017

Trieb explained that KTM are continuing to experiment with different amounts of crankshaft inertia, such as changing the weight of the flywheel, to try and perfect the power delivery. “We chose the ‘screamer’ because it is a simple, light and reliable engine,” Trieb said. “I think this was not a bad decision, because we ran smoothly and without any major construction issues.

As well new internal components, big bang engines generate greater vibrations and loads, forcing a beefier design. There is also a loss of outright performance, relative to the screamer.

KTM engine designer Kurt Trieb menjelaskan bahwa KTM sedang banyak bereksperimen dengan berbagai macam inertia dari crankshaft seperti misalnya berat flywheel, untuk bisa menyempurnakan penyaluran tenaga. Ia memilih screamer karena sederhana, ringan dan tahan banting. Ini bukan keputusan buruk karena terbukti bisa jalan mulus dan tanpa masalah besar.

Selain komponen daleman yang baru, mesin big bang menghasilkan getaran dan beban lebih besar, memaksa desain yang lebih gemuk. Juga ada pengurangan tenaga bila dibanding dengan screamer.

KTM juga bilang akan eksperimen pakai perubahan waktu timing pembakaran juga:
Analyzing KTM’s RC16 MotoGP Bike – Can it be Competitive?

Risse said. “Especially now with the electronics, there’s not just the mechanical firing order, there’s more about it, and you can play a lot with it.” What he is implying is that although two pistons may reach TDC at the same time, the charges in the cylinders can be ignited a degree or so apart. That can help smooth the power delivery, and reduce the load placed on the crankshaft.

KTM Technical Director Sebastian Risse mengatakan bahwa dengan sistem elektronik, bisa dimainkan untuk bisa menghasilkan ledakan yang berbeda waktunya. Ini akan menghasilkan penyaluran tenaga yang lebih halus, mengurangi beban pada crankshaft.

19 respons untuk ‘Motor MotoGP bagian 2: Pengaruh firing big bang vs screamer pada wheelspin dan wheelie .

  1. Dari penjelasan di atas berarti yg namanya pengapian Big Bang itu tidak mengacu kepada satu macam/jenis pengapian saja, karena ternyata masih bisa di “Breakdown” lagi menjadi jenis pengapian yg lainnya, asalkan ada dua ledakan yg berdekatan/sama jaraknya, berapapun derajatnya, maka bisa / masuk ke golongan Big Bang???

    Sebetulnya untuk istilah Bang sendiri masih ada lagi yg belum dibahas, yaitu “Long Bang” yg pernah dipake Kawasaki ZX-RR MotoGP pada 2005, ignition timingnya 0-180-0-540, graphicalnya 2-0-2-0-0-0-0-0- . Juga masih pake Crankshaft 180° macam Screamer Inline 4 biasa.

    Suka

  2. Yang jadi pertanyaan, kalo gitu Honda RCV yg sekarang yg punya engine V4-90° kalo disebut pake Big Bang itu mereka pake “Big Bang” yang mana dong?

    *maaf Om, terus terang ane merasa tidak puas dg penjelasan blogger2 lain yg pernah membahas perbedaan Screamer dan Big Bang ini, malah yg hampir selalu di singgung soal “Casey Stoner juara Dunia MotoGP dg Screamer Engine, sementara Valentino Rossi melempem sama Screamer”. Ini mirirp2 kayak ngejelasin ke anak kecil bahwa “Api itu Panas, Es itu dingin”. (Sorry curcol-_-)

    Suka

  3. Om, pertanyaan ane simple, duc ama honda punya tipe mesin sama v4 90 degree, CC sma, bore x stroke identik size 80 x 48, bisa sama2 high rev, satu demodro, satu pneumatic, tapi kenapa power duc bisa gede banget?
    Apa karna twin pulse? Ok, tpi twin pulse ama big bang kn gk jauh beda, sama2 jeda pembakaran, dan 2 slinder pembakarannya berdekatan. dan bukannya tipe faring order selain screamer, lebih mentingin torsi sama traksi yah, kalo top end power masi megang screamer.
    Tapi apa yg buat power duc top endnya bagus di banding mesin2 yang lain, sementara semua komponen penentu tenaga identik untuk setiap manufaktur

    Suka

    • Sepertinya Honda masih tidak bisa memaksimalkan mesinnya karena harus beradaptasi dengan software ECU Magneti Marelli.

      Yang kedua adalah soal power delivery. Power itu tenaganya mesin, sementara itu power delivery itu seberapa banyak power yang bisa dimanfaatkan untuk akselerasi. Bukan soal dynonya, tapi soal bagaimana bisa membuat motor akselerasi tanpa selip atau wheelie.

      Dari sisi power delivery, Honda itu problemnya di wheelie. wheelie ini juga sangat bergantung pada software ECU. Dan untuk memperbaiki power delivery ini Honda pindah ke bigbang. tenaga top end berkurang, tapi akselerasi di corner exit bertambah.

      Di sisi ini sepertinya Ducati jauh lebih maju daripada Honda. Mungkin pernah baca Lorenzo mengeluh karena Ducati terlalu berfokus ke setelan mesin.

      Untuk top end Honda bisa jadi masih harus mencari setelan penyeimbang piston yang pas bila pakai konfigurasi bigbang baru. Sementara itu mesin Ducati termasuk sudah matang.

      Suka

  4. om ane mau tanya, pas motogp tahun 2015 saat RCV pake engine screamer kalah top speed sama Desmo, padahal si Desmo pake engine big bang. itu kenapa RCV kalah di top speed??
    thanks

    Suka

    • Mungkin jawabannya ini, ada masalah di corner exit, kemudian dibilang fokus nambah torsi di putaran bawah:
      MotoGP: Honda has a problem that needs fixing, Marc Marquez talks about the engine issues with the RC213V, By Luca Semprini June 4, 2015

      “The main issue is represented by the engine,” analyzed Marquez. “Its character is too aggressive, both in corner entry and exit the bike tends to move too much. I’m constantly in touch with the engineers, and I strongly believe in Honda’s skills, I know everyone will work hard to fix the situation. Soon, we’ll receive upgrades. Meanwhile, I’m also trying to improve my style as a rider.”

      “During the first post-season tests in Valencia, both Dani (Pedrosa) and I noted the engine’s character was a bit aggressive,” Marquez added. “The upgrade they brought for the Sepang tests had more torque at lower revs, while it preserved most of the power at higher regimes. That track, however, always has good grip at high temperatures. To run most of the pre-season test there created some confusion for us.”

      Suka

  5. jarang2 saya menyukai artikel anda. klu kayak gini terus saya akan menambah kan blog anda ke speed dial browser saya

    Suka

  6. Sepertinya ada yg kelupaan om…
    Sekarang kan honda pake backward rotating cam, mungkin ini penyebab kalah top speed dgn ducati… Sama halnya dengan yamaha, walaupun fo screamer tapi brc ini pengaruh juga… Asumsi ane brc berlawanan dgn gaya gravitasi. Jadi sedikit loss power untuk melawan gravitasi, efeknya top speed berkurang.

    Suka

    • kalau arah crankshaft katanya lebih ke handling di corner exit saat akselerasi dan corner entry saat engine brake. Mungkin bisa membantu mengurangi wheelie juga. sedang menyusun artikelnya

      Suka

  7. […] Walau memang ada kasus dimana traction control system yang kurang canggih gara gara unified software kurang mumpuni di motogp membuat Honda terpaksa harus merubah mesin jadi bersifat seperti motor dua silinder, pakai big bang: Motor MotoGP bagian 2: Pengaruh firing big bang vs screamer pada wheelspin dan wheelie . […]

    Suka

Bagaimana menurut bro?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.