Split seat motor sport dibenci rider tapi sama pabrikan dianggap sesuai selera Indonesia itu salah siapa? beda banget sama India .


Ini contoh gap antara kalau motor menilai untuk dimiliki atau sudah dimiliki dan motor hanya untuk dilihat.

Artikel sebelumnya soal jok split yang membuat motor sport fairing terasa sempit bagi yang badannya tinggi dan komentar pembaca yang jengkel banget dengan jok penumpang yang ditinggikan membuat penulis ingin membahas hal ini.

Dari komentar pembaca selama ini, yang punya sendiri motor dengan jok split, kok rasanya nggak ada yang memuji muji jok split yang ada pada motornya. Mereka nggak ada yang bilang seperti: “Puas deh punya motor dengan jok split”.

Yang ada adalah kesan terganggu karena keberadaan jok split tersebut. Yang rider ada yang mengeluh, yang di bonceng lebih keras lagi reaksinya.

Yang mengherankan, mengapa kok pabrikan masih memaksakan untuk mengeluarkan model dengan jok split? Penulis penasaran mengapa kok ini bisa terjadi. Rider benci tapi pabrikan menganggap rider itu suka dengan jok split.

Sebenarnya siapa sih yang didengar pabrikan?

 

Blogger atau vlogger review motor rasanya juga tidak 100% memuji jok split. Memang sih kalau pas ada keluar produk baru, oleh beberapa blogger jok split dianggap sebagai salah satu fitur penting. Penulis sendiri tidak paham apa mengapa kok mereka menganggap jok split penting, karena yang penulis tahu split seat cuma membantu penampilan saja. Tapi kesannya motor sport yang nggak ada split seatnya dianggap sebagai motor cacat.

Reaksinya berbeda setelah blogger atau vlogger melakukan review sambil jalan atau dipakai. Ketidak nyamanan split seat jadi sempat disinggung.

Reaksi juga jadi berubah berlawanan kalau blogger atau vlogger akhirnya beli motor tersebut. Baru merasa kalau kursi split seat tersebut tidak sesuai dengan keinginan mereka. Keberadaan split seat dianggap sebagai cacat dari motor, bukan lagi suatu keunggulan. Split seat menjadi sumber keluhan utama motor, sudah bukan keunggulan utama lagi.

Namum penulis kok merasa bahwa bila nanti ada motor sport fairing baru yang tanpa split seat tetap bakalan dianggap cacat. Tapi split seat motor di rumah dianggap sebagai cacat. Motor lain nggak ada split seat dianggap cacat, tapi kalau motor sendiri ada split seatnya malah jadi cacat. Dilema ya.

Nggak semua blogger punya sifat seperti ini. Ada yang walau sudah memiliki sendiri sekalipun split seat dianggap bukan cacat. Ada yang walau nggak niat beli dari awal split seat dianggap sebagai cacat. Nah yang tengah tengah ini yang penulis kurang tahu. Apa sekarang mereka ini sekarang menganggap split seat itu sebagai cacat ataukah motor sport tanpa split seat itu cacat?

 

Di India soal split seat ini lebih jujur dan lebih blak blakan. Masyarakat India berani ngomong bahwa mereka nggak suka motor dengan split seat:
Masyarakat India Menyambut Bahagia Yamaha R15S.. Dengan Jok Tandem dan Rear Grip..!!! 18 September 2015

Mr. Roy Kurian, Vice President Sales and Marketing Yamaha Motor India Pvt Ltd mengatakan: Yamaha R15 adalah kendaraan pure sport. Memberikan sensasi berkendara racing bagi mereka penyuka motor balap. Namun kenyataannya para peneliti kami mendapati jika biker di sini menginginkan motor yang lebih nyaman bagi boncenger. Dengan jok tandem dan lebih nyaman. Tetapi kami akan tetap menjual R15 V2.0. Sehingga kami serahkan kepada masyarakat untuk memilihnya.

 

Belinya pun jujur. Mereka lebih suka memilih motor yang tanpa split seat. Di website Yamaha India lebih banyak motor nakednya:

Honda India justru lebih ekstrem. Di kelas dibawah 650cc nggak ada sama sekali motor fairing. Semua motor naked yang tanpa split seat. Motor fairing CBR650F nya pun joknya tidak split seat.

Suzuki jual motor fairing 150cc tapi juga tanpa split seat.
Suzuki India juga sama:

Motor India ada yang split seat, tapi mereka masih memanusiakan penumpang. Berikut contoh TVS:
TVS Apache RTR 200 Review

The seat is weirdly shaped but however it is, it’s one of the most comfortable ones I’ve seen on a sport-commuter. The raised pillion seat also might seem to call for discomfort, but surprisingly it is very well cushioned.

Bisa dilihat bahwa pegangan untuk penumpang masih disediakan. Jok dibuat empuk sehingga untuk penumpang pun masih tetap nyaman. Nggak bisa disamakan dengan jok penumpang split seat di motor sport produksi Indonesia. Terus terang tertarik sama TVS Apache 200 RTR :), bakal buat artikelnya nanti.

Punya Bajaj RS 200 dan AS 200 dikatakan kurang nyaman tapi masih baik hati diberi pegangan tangan:
Bajaj Pulsar RS 200 Vs AS 200 – Ergonomics

The RS has a sporty riding posture which feels very comfortable, even when riding for over extended periods. The AS makes you sit bolt upright, which bodes well for long jaunts on the highway. Pillion comfort is altogether an entirely different ball game. Both bikes have small seats, and grab rails aren’t the best around, making pillion rides a short affair.

 

Dari sisi kenyamanan, split seat motor sport fairing Indonesia jelas tidak manusiawi. Entah mengapa kok sampai sekarang banyak yang bilang split seat itu bagus.

Apa memang split seat itu bikin keren?

Dari sisi penampilan, bagusnya split seat cuma kelihatan waktu lagi parkir saja. Kalau pas di jalan nggak kelihatan bagusnya. Dari samping nggak kelihat apa bagusnya split seat. Dari belakang split seat juga belum tentu bikin bagus. Penulis juga kurang sreg sama motor yang belakangnya nungging.

Dibanding tampak belakang Yamaha R15 penulis lebih suka tampak belakang MX King ataupun Aerox 155. Walau MX-King dan Aerox kursinya nggak split, toh tetap keren. Walau kursi belakang tidak dibuat naikpun sebenarnya juga tetap keren.

Hilangnya pegangan penumpang di motor sport juga tidak memperbaiki penampilan. Malah justru seperti membandingkan antara orang gundul dan orang berambut. Orang gundul memang bisa keren, tapi modelnya ya begitu itu, satu sama lain nggak beda. Sementara itu rambut bisa membuat penampilan jadi keren atau berbeda.

 

Sampai sekarang rasanya pabrikan motor itu seperti tidak pernah dengar keluhan dari rider rider yang benci dengan split seat. Sayangnya tidak semua orang punya jalur untuk bisa langsung ngomong ke pabrikan motor. Yang penulis ingin tahu adalah apakah saat memberikan masukan soal split seat ke pabrikan itu yang punya jalur tersebut mewakili suara orang banyak atau hanya memberi pendapat pribadi saja?

Kalau dari sisi ridernya sendiri sih sepertinya pilih praktis. Nggak perduli suatu review bilang split seat sebagaimanapun bagusnya, kalau untuk pemakaian rider tersebut split seat menyusahkan, mending nggak beli saja. Dan sepertinya ini trennya sekarang, banyak orang pilih beli matik.

34 respons untuk ‘Split seat motor sport dibenci rider tapi sama pabrikan dianggap sesuai selera Indonesia itu salah siapa? beda banget sama India .

    • Iya, tapi trenyuh juga bila rider rider berkeluarga nggak digubris. Mungkin sudah nggak boleh punya motor sport lagi.

      Beda dengan jaman dulu waktu sport masih jaya ya. Sekarang motor sport fairing makin minoritas justru dibuat makin mengerucut lagi segmennya.

      Suka

      • Lebih ke estetika design menurut saya boss..mengenai fungsi motor sport emang sejatinya ada motor egois alias fashion dan memang tidak oantas peruntukan lebihvdari 3 orang ato keluarga..imho

        Suka

        • Mungkin itu sebabnya motor sport makin nggak laku. Kalau di luar negeri ada sport fairing egois dan sport fairing untuk keluarga yang dinamakan sport touring / turismo / GT. Nah sport touring ini yang nggak ada di Indonesia sehingga banyak yang berasumsi motor sport cuma untuk sendiri saja.

          Suka

          • tergantung selera pasar bos, Indonesia ya Indonesia, luar neger ya luar negeri!!

            pabrikan tentu tidak memenuhi keinginan sampean doang, harus universal biar dapet duit boss!!!!

            Suka

  1. itulah kenapa sekarang skutik besar penjualanya melebihi motor sport,,,usia >30tahun 90% akan pilih Nmax drpda CBR,R15,GSX,,,

    Suka

  2. yah mungkin benar sport sekarang hanya untuk anak alay aja yg bermimpi bawa moto gp di jalanan sampe nunduk nunduk hahahaha… bapak dewasa diarahkan ke matic nyaman kaya nmak pcx aerok adress.. tapi sport nyaman buat istri juga masih ada kok kaya vixion r inazuma dan estrella.. yah demi keamanan buat harian mending bawa mobil ajah ngeri lihat lalu lintas sekarang..

    Suka

    • Setuju, tapi repotnya mobil sering terhambat kalau macet ya. Iya, sudah tahu orang Indonesia tinggi rata rata rendah, tapi seat height dibuat tinggi. Bahkan matiknya juga. Foot step juga dibuat tinggi.

      Suka

  3. Keren jika AHM mau buat 2 versi CBR di 250cc kebawah misalnya Cbr150f atau Cbr250f dgn jok non split seat.

    Suka

  4. sport fairing bukan untuk boncengan
    kl pengen boncengan naik matic aja

    di jepang lebih ekstrem, bonceng motor itu dilarang

    Suka

    • kenapa boncengan harus naik matic? apakah sport fairing dilarang boncengan? trus nasib bapak bapak kaya aku yg ingin bergaya sambil boncengin binor harus terima pakai matic yg ga nyaman itu… jaman mudaku dulu motor fairing enak buat boncengan contohnya rgr punyaku dulu atau rzr… yah menurutku yg namanya motor dijual umum yah harus fungsional emang mau dipakai di sirkuit aja..

      Suka

      • wah apaan tuh pramuka? dari dulu ga pernah ikut pramuka.. sok disiplin kaya abri abrian trus suruh makan beralaskan tanah kaya yg kmarin viral…

        emang motor ga boleh di bonceng? emang situ niat mau njomblo seumur hidup? jehehehehe

        Suka

    • Iya ya, di jepang dibatasi:

      In Japan, a motorcycle must have an engine displacement of more than 125 cc to be driven on freeways. Two-wheel motorcycles were not allowed to carry passengers on the freeways at all prior to 2005, but a legal amendment on 1 April 2005 has partially lifted the ban. A person aged at least 20 who has held a motorcycle driver’s license for at least 3 years may now carry a passenger on a two-wheel motorcycle on a freeway, but some segments of the Shuto Expressway still prohibit passengers on two-wheel motorcycles. A motorcycle with a sidecar may carry a passenger on the freeways.

      Wah apa karena itu ya motor jepang pada kejam kejam sama penumpang?

      catatan lain, rupanya di jepang itu 125cc dianggap moge ya (nyindir klub moge 🙂 ).

      Suka

  5. Sy suka sama bahasan ini. Menurut sy pribadi sport fairing sih masih ‘termaafkan’ klo pke split seat, yg parah itu kalo naked sport – terutama yg kelas harian 150cc tapi pke split seat.

    Saya salah satu calon pembeli yg sudah hampir beli gsx-s tapi batal hanya gara2 split seat, saya putusin PINDAH ke yamaha vixionR klo udh kluar nanti atau klo bisa sabar nunggu gen-2 gsx-s kluar.

    Pasti byk calon pembeli lain yg juga berminat tapi batal beli gara2 faktor ini & pindah ke kompetitor. Sayang bgt Suzuki menciderai potensi penjualannya sendiri – yg harusnya bisa lebih tinggi, cuma gara2 jok. Bahkan ada kasus yg baru bli GSX-s dimarahi kluarganya / anak istrinya gara2 ga bs dpke boncengan, trs langsung dijual lagi.

    Yg konyol, byk yg sandingkan gsx-s sm MT-25 & Z250sl. Naked ga mslh koq split seat. Buktinya MT & SL masih bs kejual. Konyolnya dua motor tadi ga berada dlm ranah market yg sama dgn GSX-s. Yg ngomong bgtu apa ga bisa lihat berapa besar beda jumlah penjualan MT-25+Z250SL dibanding vixion+cb150r. Klo ditanya ke suzuki, lebih pengen mana gsx selaris MT-25 atau gsx selaris vixion cb, sdh pasti pngennya selaris vixy & CB.

    Setiap pabrikan itu PASTI INGIN jualan dagangannya moncer, laris, laku keras klo bisa nyamain atau deketin kompetitor, bohong klo bilang ga pengen laris. Apalagi klo utk barang murah spt motor harian, lain klo ngomong brg ekslusif yg memang ga mau jual byk, kya jam tangan milyaran atau jualan koenigsegg.

    -kelas 250cc naked itu segmen TERBESARNYA menengah keatas atau hobby, kbykan yg bli punya lbh dr 1 motor atau sdh punya mobil
    -kelas 150cc naked itu segmen TERBESARNYA menengah kebawah, kbykan yg beli utk pemakaian harian, yg masih butuh: bonceng anak istri di satu motor, bonceng pacar, pegi kondangan, bawa barang, bw dagangan, ke pasar, dsb.

    Belajar dr penjualan di pasar, saat ini kelas 150 cc naked sport angka penjualan tertinggi selalu dipegang sama motor yg punya faktor fundemtal nyaman fungsional, kya cb150r & vixion lalu ada verza. Knapa sampe 2017 mereka masih kluarin jok tandem, Tim R&D mereka jeli lihat KEBUTUHAN calon konsumen TERBESAR, bukan dengerin saran alay atau pemuja tmpang doang. Yg hanya bisa ngomong berdasar selera pribadi tanpa ribuan pertimbangan lain yg bisa mempengaruhi laris tidaknya sebuah motor 150cc harian.

    Sbnernya masih byk cara utk bisa ngejar tampang tanpa harus korbanin kenyamanan seekstrim split seat konvensional, contoh:

    MV Augusta Rivale 800 – Moge eksotis 800cc aja bisa keren & sangar tanpa split seat:

    KTM RC 250 jg punya solusi cerdas, tampang keren ala single seat / split tapi bisa lbh nyaman dr split seat konvensional.

    Suka

    • terima kasih sharinngnya. Iya, setuju. Pabrikan tidak bisa membedakan antara yang dimimpikan rider dengan yang dibutuhkan rider. Jelas bahwa yang pingin jok split itu cuma untuk tampilan saja, sementara kalau pakai sendiri lebih cocok kalau jok rata. Nggak dipertimbangkan bahwa konsumen itu lebih banyak yang butuh untuk dipakai dan bukan untuk dilihat saja.

      Suka

    • yg izin mengemudinya masih masuk katogori SIM C, okelah split seat dibuang, tpi baiknya untuk C1 dan C2, tetap split/single seat.. biar betot gas gak boncengan… bahaya bos ku…!!!

      Suka

  6. Pandangan saya pribadi, ini sangat dipengaruhi faktor usia saya. Kebanyakan teman termasuk saya pribadi berpikirnya ga usah nyaman-nyaman selama masih muda, racy look titik. Hehe.

    Tapi alasan yang lebih utama karena saya ga mau boncengan, pengen dekat tuhan jauhi maksiat dari bonceng teman cewe ahaha. Itu saja, semoga berguna.

    Suka

  7. ane tergelitik pengen comment di artikel ini, btw ane user GSX R150 dimana motor yang joknya paling gak enak bahkan di antara motor semprot 150-250cc. kalo dari alasan pribadi kenapa suka model split karena liat dari faktor total desain dan aerodinamika yang wajib di ikuti model supersport secara umum di jaman sekarang.

    di era 80-90an motor sport masih pake tandem seat di kelas 750 dan memang tinjauan aerodinamika di jamannya ya begitu.

    kalo ngomong soal target market dan penjualannya ya wajar mustahil kuantitasnya banyak karna ini udah masuk ke ranah hobby dan bisa di pastikan mayoritas usernya juga gak prioritas ke soal boncenger termasuk ane, karna faktor utama yg jadi pertimbangan utama ya di point pertama komen ane tadi.

    intinya beda faktor utama yang jadi pertimbangan tiap rider yang mana emang butuh motor murni buat hobi dan mana yang buat operasional/multi purpose dan pabrikan mengikuti metode ini buat bikin produknya.

    Suka

    • FYI motor sport yang ada di Indonesia saat ini sudah di samakan bahasa desainnya dengan eropa-jepang. mulai dari Ninja (250SL produksi asli Indonesia), CBR, YZF dan GSX semua di buat tanpa kompromi dan kearifan lokal karena kiblat mereka dari desain global.

      beda dengan India, pabrikan fokus RnD dan produksi hanya utk pasar domestik dan bukan buat di ekspor ke luar, makanya desain mereka sangat kompromis dengan selera negerinya sendiri

      Suka

      • Nah ini mas masalahnya…
        Awalnya pabrikan pengen buka diferensiasi dari 1 jenis motor, sisi positifnya sekarang kita punya banyak pilihan.

        Negatifnya dari beberapa varian malah kesannya jd “genre nanggung” & mengorbankan realibility, esensi dari tujuan utamanya jg gak jelas.

        Ambil contoh vario & aerox. vario di gen awal reliable bgt & nyaman, tp semenjak yamaha keluarin aerox yg nungging padahal joknya tandem, makin kesini vario jg ikutan nungging & ini udh melenceng dr konsep awal fungsinya.

        Di bilang sporty tp ya metik, di bilang metik tp kok gak nyaman. Gitu mas…

        Suka

Bagaimana menurut bro?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.